Minggu, 06 April 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang  :  bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  5 ayat  (5),
Pasal 34 ayat (3), Pasal 49, Pasal 63, Pasal 65 ayat (2), Pasal
71  ayat  (2),   Pasal  76  ayat  (3),  Pasal  84,  Pasal  86  ayat  (2),
Pasal  103  ayat  (3),  Pasal  109,  Pasal  111  ayat  (2),  Pasal  112,
Pasal  116,  dan  Pasal  156  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun
2009  tentang  Pertambangan  Mineral  dan  Batubara  perlu
menetapkan  Peraturan  Pemerintah  tentang  Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
Mengingat  :  1.  Pasal  5  ayat  (2)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  2009  tentang
Pertambangan  Mineral  dan  Batubara  (Lembaran  Negara
Republik  Indonesia  Tahun  2009  Nomor  4,  Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :  PERATURAN  PEMERINTAH  TENTANG  PELAKSANAAN
KEGIATAN  USAHA  PERTAMBANGAN  MINERAL  DAN
BATUBARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pertambangan . . .
- 2 -1.  Pertambangan,  Mineral,  Batubara,  Pertambangan  Mineral,
Pertambangan  Batubara,  Usaha  Pertambangan,  Izin  Usaha
Pertambangan  yang  selanjutnya  disebut  IUP,  Badan  Usaha,
Wilayah  Izin  Usaha  Pertambangan  yang  selanjutnya  disebut
WIUP, Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi yang selanjutnya
disebut  IUP  Eksplorasi,  Izin  Usaha  Pertambangan  Operasi
Produksi  yang  selanjutnya  disebut  IUP  Operasi  Produksi,
Wilayah  Usaha  Pertambangan  Khusus  yang  selanjutnya
disebut  WUPK,  Izin  Usaha  Pertambangan  Khusus  yang
selanjutnya disebut IUPK, Izin Usaha Pertambangan Khusus
Eksplorasi  yang  selanjutnya  disebut  IUPK  Eksplorasi,  Izin
Usaha  Pertambangan  Khusus  Operasi  Produksi  yang
selanjutnya  disebut  IUPK  Operasi  Produksi,  Wilayah
Pertambangan  Rakyat  yang  selanjutnya  disebut  WPR,  Izin
Pertambangan  Rakyat  yang  selanjutnya  disebut  IPR,
Eksplorasi,  dan  Operasi  Produksi  adalah  sebagaimana
dimaksud  dalam  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
2.  Afiliasi  adalah  badan  usaha  yang  mempunyai  kepemilikan
saham langsung dengan pemegang IUP atau IUPK.
3.  Badan  Usaha  Swasta  Nasional  adalah  badan  usaha,  baik
yang  berbadan  hukum  maupun  yang  bukan  berbadan
hukum,  yang  kepemilikan  sahamnya  100%  (seratus  persen)
dalam negeri.
4.  Badan  usaha  milik  negara  yang  selanjutnya  disebut  BUMN,
adalah BUMN yang bergerak di bidang pertambangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.  Badan  usaha  milik  daerah  yang  selanjutnya  disebut  BUMD,
adalah BUMD yang bergerak di bidang pertambangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.  Koperasi  adalah  badan  usaha  yang  beranggotakan  orangseorang  atau  badan  hukum  Koperasi  dengan  melandaskan
kegiatannya  berdasarkan  prinsip  Koperasi  sekaligus  sebagai
gerakan  ekonomi  rakyat  yang  berdasar  atas  asas
kekeluargaan.
7.  Masyarakat  adalah  masyarakat  yang  berdomisili  disekitar
operasi pertambangan.
8.  Divestasi  saham  adalah  jumlah  saham  asing  yang  harus
ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia.
9. Menteri . . .
- 3 -9.  Menteri  adalah  menteri  yang  menyelenggarakan  urusan
pemerintahan  di  bidang  pertambangan  mineral  dan
batubara.
Pasal 2
(1)  Pelaksanaan  kegiatan  usaha  pertambangan  mineral  dan
batubara  ditujukan  untuk  melaksanakan  kebijakan  dalam
mengutamakan  penggunaan  mineral  dan/atau  batubara
untuk kepentingan dalam negeri.
(2)  Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud
pada  ayat  (1)  dikelompokkan  ke  dalam  5  (lima)  golongan
komoditas tambang:
a.  mineral  radioaktif  meliputi  radium,  thorium,  uranium,
monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya;
b.  mineral  logam  meliputi  litium,  berilium,  magnesium,
kalium,  kalsium,  emas,  tembaga,  perak,  timbal,  seng,
timah,  nikel,  mangaan,  platina,  bismuth,  molibdenum,
bauksit,  air  raksa,  wolfram,  titanium,  barit,  vanadium,
kromit,  antimoni,  kobalt,  tantalum,  cadmium,  galium,
indium,  yitrium,  magnetit,  besi,  galena,  alumina,
niobium,  zirkonium,  ilmenit,  khrom,  erbium,  ytterbium,
dysprosium,  thorium,  cesium,  lanthanum,  niobium,
neodymium,  hafnium,  scandium,  aluminium,  palladium,
rhodium,  osmium,  ruthenium,  iridium,  selenium,
telluride, stronium, germanium, dan zenotin;
c.  mineral  bukan  logam  meliputi  intan,  korundum,  grafit,
arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor,
belerang,  fosfat,  halit,  asbes,  talk,  mika,  magnesit,
yarosit,  oker,  fluorit,  ball  clay,  fire  clay,  zeolit,  kaolin,
feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit,
kuarsit,  zirkon,  wolastonit,  tawas,  batu  kuarsa,  perlit,
garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;
d. batuan . . .
- 4 -d.  batuan  meliputi  pumice,  tras,  toseki,  obsidian,  marmer,
perlit,  tanah  diatome,  tanah  serap  (fullers  earth),  slate,
granit,  granodiorit,  andesit,  gabro,  peridotit,  basalt,
trakhit,  leusit,  tanah  liat,  tanah  urug,  batu  apung,  opal,
kalsedon,  chert,  kristal  kuarsa,  jasper,  krisoprase,  kayu
terkersikan, gamet,  giok, agat, diorit, topas, batu gunung
quarry  besar,  kerikil  galian  dari  bukit,  kerikil  sungai,
batu  kali,  kerikil  sungai  ayak  tanpa  pasir,  pasir  urug,
pasir  pasang,  kerikil  berpasir  alami  (sirtu),  bahan
timbunan  pilihan  (tanah),  urukan  tanah  setempat,  tanah
merah  (laterit),  batu  gamping,  onik,  pasir  laut,  dan  pasir
yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur
mineral  bukan  logam  dalam  jumlah  yang  berarti  ditinjau
dari segi ekonomi pertambangan; dan
e.  batubara  meliputi  bitumen  padat,  batuan  aspal,
batubara, dan gambut.
(3)  Perubahan  atas  penggolongan  komoditas  tambang
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  ditetapkan  oleh
Menteri.
Pasal 3
(1)  Usaha  pertambangan  dilakukan  berdasarkan  IUP,  IPR,  atau
IUPK.
(2)  IUP,  IPR,  atau  IUPK  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
diberikan  dalam  WIUP  untuk  IUP,  WPR  untuk  IPR,  atau
WIUPK untuk IUPK.
(3)  WIUP  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  berada  dalam
WUP yang ditetapkan oleh Menteri.
(4)  WPR  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  ditetapkan  oleh
bupati/walikota.
(5)  WIUPK  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  berada  dalam
WUPK yang ditetapkan oleh Menteri.
(6)  WUP,  WPR,  atau  WUPK  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(3), ayat (4) dan ayat (5) berada dalam WP.
(7)  Ketentuan  mengenai  WP  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(6) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pasal 4 . . .
- 5 -Pasal 4
Untuk  memperoleh  IUP,  IPR,  dan  IUPK  sebagaimana  dimaksud
dalam  Pasal  3  ayat  (1),  pemohon  harus  memenuhi  persyaratan
administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
Pasal 5
Lingkup  Peraturan  Pemerintah  ini  meliputi  pemberian  IUP,  IPR,
dan  IUPK,  kewajiban  pemegang  IUP,  IPR,  dan  IUPK,  serta
pengutamaan  penggunaan  mineral  logam  dan/atau  batubara
untuk kepentingan dalam negeri.
BAB II
IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1)  IUP  diberikan  oleh  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota
sesuai  dengan  kewenangannya  berdasarkan  permohonan
yang diajukan oleh:
a.  badan usaha;
b.  koperasi; dan
c.  perseorangan.
(2)  Badan  usaha  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a
dapat berupa badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD.
(3)  Perseorangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c
dapat  berupa  orang  perseorangan,  perusahaan  firma,  atau
perusahaan komanditer.
(4)  IUP  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diberikan  setelah
mendapatkan WIUP.
(5)  Dalam 1 (satu) WIUP dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa
IUP.
Pasal 7 . . .
- 6 -Pasal 7
IUP diberikan melalui tahapan:
a.  pemberian WIUP; dan
b.  pemberian IUP.
Bagian Kedua
Pemberian WIUP
Paragraf 1
Umum
Pasal 8
(1)  Pemberian  WIUP  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  7
huruf a terdiri atas:
a.  WIUP radioaktif;
b.  WIUP mineral logam;
c.  WIUP batubara;
d.  WIUP mineral bukan logam; dan/atau
e.  WIUP batuan.
(2)  WIUP  radioaktif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf
a  diperoleh  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundangundangan.
(3)  WIUP  mineral  logam  dan  batubara  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  huruf  b  dan  huruf  c  diperoleh  dengan  cara
lelang.
(4)  WIUP  mineral  bukan  logam  dan  batuan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  d  dan  huruf  e  diperoleh
dengan cara mengajukan permohonan wilayah.
Pasal 9
(1)  Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa
WIUP.
(2)  Setiap  pemohon  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  ayat
(1) hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP.
(3) Dalam . . .
- 7 -(3)  Dalam  hal  pemohon  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
merupakan  badan  usaha  yang  telah  terbuka  (go  public),
dapat diberikan lebih dari 1 (satu) WIUP.
Paragraf 2
Tata Cara Pemberian
WIUP Mineral Logam dan Batubara
Pasal 10
(1)  Sebelum  dilakukan  pelelangan  WIUP  mineral  logam  atau
batubara  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  8  ayat  (3),
Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  mengumumkan  secara  terbuka  WIUP  yang
akan  dilelang  kepada  badan  usaha,  koperasi,  atau
perseorangan  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  3  (tiga)
bulan sebelum pelaksanaan lelang.
(2)  Sebelum  dilakukan  pelelangan  WIUP  mineral  logam  atau
batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.  Menteri  harus  mendapat  rekomendasi  terlebih  dahulu
dari gubernur dan bupati/walikota;
b.  gubernur  harus  mendapat  rekomendasi  terlebih  dahulu
dari bupati/walikota.
(3)  Gubernur  atau  bupati/walikota  memberikan  rekomendasi
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dalam  jangka  waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan
rekomendasi.
Pasal 11
(1)  Dalam  pelaksanaan  pelelangan  WIUP  mineral  logam
dan/atau  batubara  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  10
dibentuk panitia lelang oleh:
a.  Menteri,  untuk  panitia  pelelangan  WIUP  yang  berada  di
lintas  provinsi  dan/atau  wilayah  laut  lebih  dari  12  (dua
belas) mil dari garis pantai;
b.  gubernur, untuk panitia pelelangan WIUP yang berada di
lintas  kabupaten/kota  dalam  1  (satu)  provinsi  dan/atau
wilayah  laut  4  (empat)  mil  sampai  dengan  12  (dua  belas)
mil dari garis pantai; dan
c. bupati . . .
- 8 -c.  bupati/walikota,  untuk  panitia  pelelangan  WIUP  yang
berada  dalam  1  (satu)  wilayah  kabupaten/kota  dan/atau
wilayah  laut  sampai  dengan  4  (empat)  mil  dari  garis
pantai.
(2)  Panitia  lelang  WIUP  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
yang ditetapkan oleh:
a.  Menteri, beranggotakan gasal dan paling sedikit 7 (tujuh)
orang yang memiliki kompetensi di bidang pertambangan
mineral dan/atau batubara;
b.  gubernur, beranggotakan gasal dan paling sedikit 5 (lima)
orang yang memiliki kompetensi di bidang pertambangan
mineral dan/atau batubara; dan
c.  bupati/walikota,  beranggotakan  gasal  dan  paling  sedikit
5  (lima)  orang  yang  memiliki  kompetensi  di  bidang
pertambangan mineral dan/atau batubara.
(3)  Dalam  panitia  lelang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
dapat mengikutsertakan unsur dari Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 12
Tugas  dan  wewenang  panitia  lelang  WIUP  mineral  logam
dan/atau  batubara  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  11
meliputi:
a.  menyiapkan lelang WIUP;
b.  menyiapkan dokumen lelang WIUP;
c.  menyusun jadwal lelang WIUP;
d.  mengumumkan waktu pelaksanaan lelang WIUP;
e.  melaksanakan  pengumuman  ulang  paling  banyak  2  (dua)
kali, apabila peserta lelang WIUP hanya 1 (satu);
f.  menilai kualifikasi peserta lelang WIUP;
g.  melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;
h.  melaksanakan lelang WIUP; dan
i.  membuat  berita  acara  hasil  pelaksanaan  lelang  dan
mengusulkan pemenang lelang WIUP.
Pasal 13 . . .
- 9 -Pasal 13
(1)  Untuk  mengikuti  lelang,  peserta  lelang  WIUP  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  10  ayat  (1)  harus  memenuhi
persyaratan:
a.  administratif;
b.  teknis; dan
c.  finansial.
(2)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) huruf a untuk:
a.  badan usaha, paling sedikit meliputi:
1.  mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;
2.  profil badan usaha;
3.  akte  pendirian  badan  usaha  yang  bergerak  di  bidang
usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang; dan
4.  nomor pokok wajib pajak.
b.  koperasi, paling sedikit meliputi:
1.  mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;
2.  profil koperasi;
3.  akte pendirian  koperasi yang bergerak di bidang usaha
pertambangan  yang  telah  disahkan  oleh  pejabat  yang
berwenang; dan
4.  nomor pokok wajib pajak.
c.  orang perseorangan paling sedikit meliputi:
1.  mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;
2.  kartu tanda penduduk; dan
3.  nomor pokok wajib pajak.
d.  perusahaan  firma  dan  perusahaan  komanditer  paling
sedikit meliputi:
1.  mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;
2.  profil perusahaan;
3.  akte  pendirian  perusahaan  yang  bergerak  di  bidang
usaha pertambangan; dan
4.  nomor pokok wajib pajak.
(3) Persyaratan . . .
- 10 -(3)  Persyaratan  teknis  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf b paling sedikit meliputi:
a.  pengalaman badan usaha, koperasi, atau perseorangan di
bidang  pertambangan  mineral  atau  batubara  paling
sedikit  3  (tiga)  tahun,  atau  bagi  perusahaan  baru  harus
mendapat dukungan dari perusahaan induk, mitra kerja,
atau afiliasinya yang bergerak di bidang pertambangan;
b.  mempunyai  paling  sedikit  1  (satu)  orang  tenaga  ahli
dalam  bidang  pertambangan  dan/atau  geologi  yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
c.  rencana  kerja  dan  anggaran  biaya  untuk  kegiatan  4
(empat) tahun eksplorasi.
(4)  Persyaratan  finansial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf c meliputi:
a.  laporan  keuangan  tahun  terakhir  yang  sudah  diaudit
akuntan publik;
b.  menempatkan  jaminan  kesungguhan  lelang  dalam
bentuk  uang  tunai  di  bank  pemerintah  sebesar  10%
(sepuluh  persen)  dari  nilai  kompensasi  data  informasi
atau  dari  total  biaya  pengganti  investasi  untuk  lelang
WIUP yang telah berakhir; dan
c.  pernyataan  bersedia  membayar  nilai  lelang  WIUP  dalam
jangka  waktu  paling  lambat  5  (lima)  hari  kerja,  setelah
pengumuman pemenang lelang.
Pasal 14
(1)  Prosedur lelang meliputi tahap:
a.  pengumuman prakualifikasi;
b.  pengambilan dokumen prakualifikasi;
c.  pemasukan dokumen prakualifikasi;
d.  evaluasi prakualifikasi;
e.  klarifikasi  dan  konfirmasi  terhadap  dokumen
prakualifikasi;
f.  penetapan hasil prakualifikasi;
g.  pengumuman hasil prakualifikasi;
h.  undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi;
i.  pengambilan dokumen lelang;
j.  penjelasan lelang;
k.  pemasukan penawaran harga;
l. pembukaan . . .
- 11 -l.  pembukaan sampul;
m.  penetapan peringkat;
n.  penetapan/pengumuman  pemenang  lelang  yang
dilakukan  berdasarkan  penawaran  harga  dan
pertimbangan teknis; dan
o.  memberi  kesempatan  adanya  sanggahan  atas  keputusan
lelang.
(2)  Penjelasan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
j  wajib  dilakukan  oleh  panitia  lelang  WIUP  kepada  peserta
pelelangan  WIUP  yang  lulus  prakualifikasi  untuk
menjelaskan data teknis berupa:
a.  lokasi;
b.  koordinat;
c.  jenis mineral, termasuk mineral ikutannya, dan batubara;
d.  ringkasan hasil penelitian dan penyelidikan;
e.  ringkasan hasil eksplorasi pendahuluan apabila ada; dan
f.  status lahan.
Pasal 15
(1)  Panitia lelang sesuai dengan kewenangannya yang diberikan
oleh  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  dapat
memberikan  kesempatan  kepada  peserta  pelelangan  WIUP
yang  lulus  prakualifikasi  untuk  melakukan  kunjungan
lapangan  dalam  jangka  waktu  yang  disesuaikan  dengan
jarak  lokasi  yang  akan  dilelang  setelah  mendapatkan
penjelasan  lelang  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  14
ayat (1) huruf j.
(2)  Dalam  hal  peserta  pelelangan  WIUP  yang  akan  melakukan
kunjungan  lapangan  mengikutsertakan  warga  negara  asing
wajib  memenuhi  persyaratan  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3)  Biaya  yang  diperlukan  untuk  melakukan  kunjungan
lapangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)
dibebankan kepada peserta pelelangan WIUP.
Pasal 16
(1)  Jangka waktu prosedur pelelangan ditetapkan dalam jangka
waktu  paling  lama  35  (tiga  puluh  lima)  hari  kerja  sejak
pemasukan penawaran harga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) huruf k.
(2) Hasil . . .
- 12 -(2)  Hasil  pelaksanaan  lelang  WIUP  dilaporkan  oleh  panitia
lelang  kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota
sesuai  dengan  kewenangannya  untuk  ditetapkan  pemenang
lelang WIUP.
Pasal 17
(1)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  berdasarkan  usulan  panitia  lelang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) menetapkan
pemenang lelang WIUP mineral logam dan/atau batubara.
(2)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  memberitahukan  secara  tertulis  penetapan
pemenang  lelang  WIUP  mineral  logam  dan/atau  batubara
kepada pemenang lelang.
Pasal 18
(1)  Apabila  peserta  lelang  yang  memasukan  penawaran  harga
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  14  ayat  (1)  huruf  k
hanya terdapat 1 (satu) peserta lelang, dilakukan pelelangan
ulang.
(2)  Dalam hal peserta lelang ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1)  tetap  hanya  1  (satu)  peserta,  ditetapkan  sebagai
pemenang  dengan  ketentuan  harga  penawaran  harus  sama
atau  lebih  tinggi  dari  harga  dasar  lelang  yang  telah
ditetapkan.
Pasal 19
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  lelang  WIUP  diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Tata Cara Pemberian
WIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pasal 20
(1)  Untuk  mendapatkan  WIUP  mineral  bukan  logam  atau
batuan,  badan  usaha,  koperasi,  atau  perseorangan
mengajukan  permohonan  wilayah  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (4) kepada:
a. Menteri . . .
- 13 -a.  Menteri,  untuk  permohonan  WIUP  yang  berada  lintas
wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua
belas) mil dari garis pantai;
b.  gubernur,  untuk  permohonan  WIUP  yang  berada  lintas
wilayah  kabupaten/kota  dalam  1  (satu)  provinsi
dan/atau  wilayah  laut  4  (empat)  mil  sampai  dengan  12
(dua belas) mil; dan
c.  bupati/walikota, untuk permohonan WIUP yang berada di
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah
laut sampai dengan 4 (empat) mil.
(2)  Sebelum  memberikan  WIUP  mineral  bukan  logam  atau
batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.  Menteri  harus  mendapat  rekomendasi  terlebih  dahulu
dari gubernur dan bupati/walikota;
b.  gubernur  harus  mendapat  rekomendasi  terlebih  dahulu
dari bupati/walikota.
(3)  Gubernur  atau  bupati/walikota  memberikan  rekomendasi
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dalam  jangka  waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan
rekomendasi.
Pasal 21
(1)  Permohonan  WIUP  mineral  bukan  logam  dan/atau  batuan
yang terlebih dahulu telah memenuhi persyaratan koordinat
geografis  lintang  dan  bujur  sesuai  dengan  ketentuan  sistem
informasi  geografi  yang  berlaku  secara  nasional  dan
membayar biaya pencadangan wilayah dan pencetakan peta,
memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.
(2)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  dalam  jangka  waktu  paling  lama  10
(sepuluh)  hari  kerja  setelah  diterima  permohonan  wajib
memberikan  keputusan  menerima  atau  menolak  atas
permohonan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)  Keputusan  menerima  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
disampaikan  kepada  pemohon  WIUP  disertai  dengan
penyerahan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP.
(4)  Keputusan  menolak  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
harus  disampaikan  secara  tertulis  kepada  pemohon  WIUP
disertai dengan alasan penolakan.
Bagian Ketiga . . .
- 14 -Bagian Ketiga
Pemberian IUP
Paragraf 1
Umum
Pasal 22
(1)  IUP  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  7  huruf  b  terdiri
atas:
a.  IUP Eksplorasi; dan
b.  IUP Operasi Produksi.
(2)  IUP Eksplorasi terdiri atas:
a.  mineral logam;
b.  batubara;
c.  mineral bukan logam; dan/atau
d.  batuan.
(3)  IUP Operasi Produksi terdiri atas:
a.  mineral logam;
b.  batubara;
c.  mineral bukan logam; dan/atau
d.  batuan.
Paragraf 2
Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
Pasal 23
Persyaratan  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  meliputi
persyaratan:
a.  administratif;
b.  teknis;
c.  lingkungan; dan
d.  finansial.
Pasal 24 . . .
- 15 -Pasal 24
(1)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 23 huruf a untuk badan usaha meliputi:
a.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
logam dan batubara:
1.  surat permohonan;
2.  susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3.  surat keterangan domisili.
b.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
bukan logam dan batuan:
1.  surat permohonan;
2.  profil badan usaha;
3.  akte  pendirian  badan  usaha  yang  bergerak  di  bidang
usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang;
4.  nomor pokok wajib pajak;
5.  susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6.  surat keterangan domisili.
(2)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 23 huruf a untuk koperasi meliputi:
a.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
logam dan batubara:
1.  surat permohonan;
2.  susunan pengurus; dan
3.  surat keterangan domisili.
b.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
bukan logam dan batuan:
1.  surat permohonan;
2.  profil koperasi;
3.  akte pendirian  koperasi yang bergerak di bidang usaha
pertambangan  yang  telah  disahkan  oleh  pejabat  yang
berwenang;
4.  nomor pokok wajib pajak;
5.  susunan pengurus; dan
6.  surat keterangan domisili.
(3) Persyaratan . . .
- 16 -(3)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 23 huruf a untuk orang perseorangan meliputi:
a.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
logam dan batubara:
1.  surat permohonan; dan
2.  surat keterangan domisili.
b.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
bukan logam dan batuan:
1.  surat permohonan;
2.  kartu tanda penduduk;
3.  nomor pokok wajib pajak; dan
4.  surat keterangan domisili.
(4)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal  23  huruf  a  untuk  perusahaan  firma  dan  perusahaan
komanditer meliputi:
a.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
logam dan batubara:
1.  surat permohonan;
2.  susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3.  surat keterangan domisili.
b.  Untuk  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi  mineral
bukan logam dan batuan:
1.  surat permohonan;
2.  profil perusahaan;
3.  akte  pendirian  perusahaan  yang  bergerak  di  bidang
usaha pertambangan;
4.  nomor pokok wajib pajak;
5.  susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6.  surat keterangan domisili.
Pasal 25
Persyaratan  teknis  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  23
huruf b untuk:
a.  IUP Eksplorasi, meliputi:
1. daftar . . .
- 17 -1.  daftar  riwayat  hidup  dan  surat  pernyataan  tenaga  ahli
pertambangan  dan/atau  geologi  yang  berpengalaman
paling sedikit 3 (tiga) tahun;
2.  peta  WIUP  yang  dilengkapi  dengan  batas  koordinat
geografis  lintang  dan  bujur  sesuai  dengan  ketentuan
sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
b.  IUP Operasi Produksi, meliputi:
1.  peta  wilayah  dilengkapi  dengan  batas  koordinat  geografis
lintang  dan  bujur  sesuai  dengan  ketentuan  sistem
informasi geografi yang berlaku secara nasional;
2.  laporan lengkap eksplorasi;
3.  laporan studi kelayakan;
4.  rencana reklamasi dan pascatambang;
5.  rencana kerja dan anggaran biaya;
6.  rencana  pembangunan  sarana  dan  prasarana  penunjang
kegiatan operasi produksi; dan
7.  tersedianya  tenaga  ahli  pertambangan  dan/atau  geologi
yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.
Pasal 26
Persyaratan  lingkungan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  23
huruf c meliputi:
a.  untuk  IUP  Eksplorasi  meliputi  pernyataan  untuk  mematuhi
ketentuan  peraturan  perundang-undangan  di  bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b.  untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
1. pernyataan  kesanggupan  untuk  mematuhi  ketentuan
peraturan  perundang-undangan  di  bidang  perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2. persetujuan  dokumen  lingkungan  hidup  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
(1)  Persyaratan  finansial  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
23 huruf d untuk:
a. IUP Eksplorasi, meliputi:
1.  bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan
kegiatan eksplorasi; dan
2. bukti . . .
- 18 -2.  bukti  pembayaran  harga  nilai  kompensasi  data
informasi  hasil  lelang  WIUP  mineral  logam  atau
batubara  sesuai  dengan  nilai  penawaran  lelang  atau
bukti  pembayaran  biaya  pencadangan  wilayah  dan
pembayaran  pencetakan  peta  WIUP  mineral  bukan
logam atau batuan atas permohonan wilayah.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:
1.  laporan  keuangan  tahun  terakhir  yang  telah  diaudit
oleh akuntan publik;
2.  bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir;
dan
3.  bukti  pembayaran  pengganti  investasi  sesuai  dengan
nilai  penawaran  lelang  bagi  pemenang  lelang  WIUP
yang telah berakhir.
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  jaminan  kesungguhan
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
IUP Eksplorasi
Pasal 28
IUP  Eksplorasi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  22  ayat  (1)
huruf a diberikan oleh:
a.  Menteri,  untuk  WIUP  yang  berada  dalam  lintas  wilayah
provinsi  dan/atau  wilayah  laut  lebih  dari  12  (dua  belas)  mil
dari garis pantai;
b.  gubernur,  untuk  WIUP  yang  berada  dalam  lintas
kabupaten/kota  dalam  1  (satu)  provinsi  dan/atau  wilayah
laut  4  (empat)  mil  sampai  dengan  12  (dua  belas)  mil  dari
garis pantai; dan
c.  bupati/walikota,  untuk  WIUP  yang  berada  dalam  1  (satu)
wilayah  kabupaten/kota  dan/atau  wilayah  laut  sampai
dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.
Pasal 29
(1)  IUP  Eksplorasi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  28
diberikan  berdasarkan  permohonan  dari  badan  usaha,
koperasi,  dan  perseorangan  yang  telah  mendapatkan  WIUP
dan memenuhi persyaratan.
(2) IUP . . .
- 19 -(2)  IUP  Eksplorasi  meliputi  kegiatan  penyelidikan  umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan.
Pasal 30
(1)  Pemenang  lelang  WIUP  mineral  logam  atau  batubara
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  17  harus
menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  5  (lima)
hari kerja setelah penetapan pengumuman pemenang lelang
WIUP.
(2)  Permohonan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib
memenuhi  persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
23.
(3)  Apabila pemenang lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1)  dalam  jangka  waktu  5  (lima)  hari  kerja  tidak
menyampaikan  permohonan  IUP,  dianggap  mengundurkan
diri  dan  uang  jaminan  kesungguhan  lelang  menjadi  milik
Pemerintah atau milik pemerintah daerah.
(4)  Dalam  hal  pemenang  lelang  WIUP  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (3)  telah  dianggap  mengundurkan  diri,  WIUP
ditawarkan  kepada  peserta  lelang  urutan  berikutnya  secara
berjenjang  dengan  syarat  nilai  harga  kompensasi  data
informasi  sama  dengan  harga  yang  ditawarkan  oleh
pemenang pertama.
(5)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  melakukan  lelang  ulang  WIUP  apabila
peserta  lelang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)  tidak
ada yang berminat.
Pasal 31
(1)  Menteri  menyampaikan  penerbitan  peta  WIUP  mineral
bukan  logam  dan/atau  batuan  yang  diajukan  oleh  badan
usaha,  koperasi,  atau  perseorangan  sebagaimana  dimaksud
dalam  Pasal  21  ayat  (3)  kepada  gubernur  dan  bupati/
walikota  untuk  mendapatkan  rekomendasi  dalam  rangka
penerbitan  IUP  Eksplorasi  mineral  bukan  logam  dan/atau
batuan.
(2) Gubernur . . .
- 20 -(2)  Gubernur  menyampaikan  penerbitan  peta  WIUP  mineral
bukan  logam  dan/atau  batuan  yang  diajukan  oleh  badan
usaha,  koperasi,  atau  perseorangan  kepada  bupati/walikota
untuk  mendapatkan  rekomendasi  dalam  rangka  penerbitan
IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan.
(3)  Gubernur  atau  bupati/walikota  memberikan  rekomendasi
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)  dalam
jangka  waktu  paling  lama  5  (lima)  hari  kerja  sejak
diterimanya  tanda  bukti  penyampaian  peta  WIUP  mineral
bukan logam dan/atau batuan.
Pasal 32
(1)  Badan  usaha,  koperasi,  atau  perseorangan  yang  telah
mendapatkan  peta  WIUP  beserta  batas  dan  koordinat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dalam jangka waktu
paling  lambat  5  (lima)  hari  kerja  setelah  penerbitan  peta
WIUP  mineral  bukan  logam  dan/atau  batuan  harus
menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya.
(2)  Permohonan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib
memenuhi  persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
23.
(3)  Apabila  badan  usaha,  koperasi,  atau  perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 5
(lima)  hari  kerja  tidak  menyampaikan  permohonan  IUP,
dianggap  mengundurkan  diri  dan  uang  pencadangan
wilayah  menjadi  milik  Pemerintah  atau  milik  pemerintah
daerah.
(4)  Dalam  hal  badan  usaha,  koperasi,  atau  perseorangan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  telah  dianggap
mengundurkan diri maka WIUP menjadi wilayah terbuka.
Pasal 33
Pemegang  IUP  Eksplorasi  dapat  mengajukan  permohonan
wilayah  di  luar  WIUP  kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/
walikota  sesuai  dengan  kewenangannya  untuk  menunjang
usaha kegiatan pertambangannya.
Paragraf 4 . . .
- 21 -Paragraf 4
IUP Operasi Produksi
Pasal 34
(1)  IUP  Operasi  Produksi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
22 ayat (1) huruf b diberikan kepada badan usaha, koperasi,
dan  perseorangan  sebagai  peningkatan  dari  kegiatan
eksplorasi.
(2)  Pemegang  IUP  Eksplorasi  dijamin  untuk  memperoleh  IUP
Operasi  Produksi  sebagai  peningkatan  dengan  mengajukan
permohonan  dan  memenuhi  persyaratan  peningkatan
operasi produksi.
(3)  IUP  Operasi  Produksi  meliputi  kegiatan  konstruksi,
penambangan,  pengolahan  dan  pemurnian,  serta
pengangkutan dan penjualan.
(4)  IUP  Operasi  Produksi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan
yang  memenuhi  persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 23.
Pasal 35
(1)  IUP Operasi Produksi diberikan oleh:
a.  bupati/walikota,  apabila  lokasi  penambangan,  lokasi
pengolahan  dan  pemurnian,  serta  pelabuhan  berada  di
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut
sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai;
b.  gubernur,  apabila  lokasi  penambangan,  lokasi
pengolahan  dan  pemurnian,  serta  pelabuhan  berada  di
dalam  wilayah  kabupaten/kota  yang  berbeda  dalam  1
(satu)  provinsi  atau  wilayah  laut  sampai  dengan  12  (dua
belas)  mil  dari  garis  pantai  setelah  mendapat
rekomendasi dari bupati/walikota; atau
c.  Menteri,  apabila  lokasi  penambangan,  lokasi  pengolahan
dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah
provinsi  yang  berbeda  atau  wilayah  laut  lebih  dari  12
(dua  belas)  mil  dari  garis  pantai  setelah  mendapat
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dalam . . .
- 22 -(2)  Dalam  hal  lokasi  penambangan,  lokasi  pengolahan  dan
pemurnian  serta  pelabuhan  berada  di  dalam  wilayah  yang
berbeda  serta  kepemilikannya  juga  berbeda  maka  IUP
Operasi  Produksi  masing-masing  diberikan  oleh  Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya.
Pasal 36
Dalam  hal  pemegang  IUP  Operasi  Produksi  tidak  melakukan
kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan
pemurnian,  kegiatan  pengangkutan  dan  penjualan  dan/atau
pengolahan  dan  pemurnian  dapat  dilakukan  oleh  pihak  lain
yang memiliki:
a.  IUP  Operasi  Produksi  khusus  untuk  pengangkutan  dan
penjualan;
b.  IUP  Operasi  Produksi  khusus  untuk  pengolahan  dan
pemurnian; dan/atau
c.  IUP Operasi Produksi.
Pasal 37
(1)  IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf a diberikan oleh:
a.  Menteri  apabila  kegiatan  pengangkutan  dan  penjualan
dilakukan lintas provinsi dan negara;
b.  gubernur  apabila  kegiatan  pengangkutan  dan  penjualan
dilakukan lintas kabupaten/kota; atau
c.  bupati/walikota  apabila  kegiatan  pengangkutan  dan
penjualan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
(2)  IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf b diberikan oleh:
a.  Menteri,  apabila  komoditas  tambang  yang  akan  diolah
berasal  dari  provinsi  lain  dan/atau  lokasi  kegiatan
pengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;
b.  gubernur,  apabila  komoditas  tambang  yang  akan  diolah
berasal  dari  beberapa  kabupaten/kota  dalam  1  (satu)
provinsi  dan/atau  lokasi  kegiatan  pengolahan  dan
pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota; atau
c.  bupati/walikota,  apabila  komoditas  tambang  yang  akan
diolah  berasal  dari  1  (satu)  kabupaten/kota  dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1
(satu) kabupaten/kota.
(3)  Dalam  hal  komoditas  tambang  yang  akan  diolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari impor, IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
diberikan oleh Menteri.
Pasal 38 . . .
- 23 -Pasal 38
Dalam  hal  berdasarkan  hasil  dokumen  lingkungan  hidup  yang
telah  disahkan  oleh  instansi  yang  berwenang  berdampak
lingkungan pada:
a.  1 (satu) kabupaten/kota, IUP Operasi Produksi diberikan oleh
bupati/walikota  berdasarkan  rekomendasi  dari  Menteri  dan
gubernur;
b.  lintas  kabupaten/kota,  IUP  Operasi  Produksi  diberikan  oleh
gubernur  berdasarkan  rekomendasi  dari  bupati/walikota;
atau
c.  lintas  provinsi,  IUP  Operasi  Produksi  diberikan  oleh  Menteri
berdasarkan rekomendasi dari bupati/walikota dan gubernur.
Pasal 39
Badan  usaha  yang  melakukan  kegiatan  jual  beli  mineral  logam
atau  batubara  di  Indonesia,  harus  memiliki  IUP  Operasi
Produksi  khusus  untuk  pengangkutan  dan  penjualan  dari
Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya.
Pasal 40
Pemegang IUP Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan
wilayah  di  luar  WIUP  kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/
walikota  sesuai  dengan  kewenangannya  untuk  menunjang
usaha kegiatan pertambangannya.
Pasal 41
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemberian  IUP
Operasi Produksi khusus diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pemasangan Tanda Batas
Pasal 42
(1)  Dalam  jangka  waktu  6  (enam)  bulan  sejak  diperolehnya  IUP
Operasi  Produksi,  pemegang  IUP  Operasi  Produksi  wajib
memberikan  tanda  batas  wilayah  dengan  memasang  patok
pada WIUP.
(2) Pembuatan . . .
- 24 -(2)  Pembuatan  tanda  batas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) harus selesai sebelum dimulai kegiatan operasi produksi.
(3)  Dalam  hal  terjadi  perubahan  batas  wilayah  pada  WIUP
Operasi  Produksi,  harus  dilakukan  perubahan  tanda  batas
wilayah dengan pemasangan patok baru pada WIUP.
Pasal 43
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemasangan  tanda
batas WIUP diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Komoditas Tambang Lain Dalam WIUP
Pasal 44
(1)  Dalam hal pada lokasi WIUP ditemukan komoditas tambang
lainnya  yang  bukan  asosiasi  mineral  yang  diberikan  dalam
IUP,  pemegang  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi
memperoleh  keutamaan  dalam  mengusahakan  komoditas
tambang lainnya yang ditemukan.
(2)  Dalam  mengusahakan  komoditas  tambang  lainnya
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus  membentuk
badan usaha baru.
(3)  Apabila  pemegang  IUP  Eksplorasi  dan  IUP  Operasi  Produksi
tidak  berminat  atas  komoditas  tambang  lainnya
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  kesempatan
pengusahaannya  dapat  diberikan  kepada  pihak  lain  dan
diselenggarakan  dengan  cara  lelang  atau  permohonan
wilayah.
(4)  Pihak  lain  yang  mendapatkan  IUP  berdasarkan  lelang  atau
permohonan  wilayah  harus  berkoordinasi  dengan  pemegang
IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi pertama.
(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemberian  IUP
baru  sesuai  komoditas  tambang  lain  diatur  dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Keenam . . .
- 25 -Bagian Keenam
Perpanjangan IUP Operasi Produksi
Pasal 45
(1)  Permohonan  perpanjangan  IUP  Operasi  Produksi  diajukan
kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai
dengan  kewenangannya  paling  cepat  dalam  jangka  waktu  2
(dua) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP.
(2)  Permohonan  perpanjangan  IUP  Operasi  Produksi
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  paling  sedikit  harus
dilengkapi:
a.  peta dan batas koordinat wilayah;
b.  bukti  pelunasan  iuran  tetap  dan  iuran  produksi  3  (tiga)
tahun terakhir;
c.  laporan akhir kegiatan operasi produksi;
d.  laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e.  rencana kerja dan anggaran biaya; dan
f.  neraca sumber daya dan cadangan.
(3)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  dapat  menolak  permohonan  perpanjangan
IUP  Operasi  Produksi  apabila  pemegang  IUP  Operasi
Produksi  berdasarkan  hasil  evaluasi,  pemegang  IUP  Operasi
Produksi  tidak  menunjukkan  kinerja  operasi  produksi  yang
baik.
(4)  Penolakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  harus
disampaikan  kepada  pemegang  IUP  Operasi  Produksi  paling
lambat sebelum berakhirnya IUP Operasi Produksi.
(5)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  hanya  dapat  diberikan
perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali.
(6)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi   yang  telah  memperoleh
perpanjangan  IUP  Operasi  Produksi  sebanyak  2  (dua)  kali,
harus  mengembalikan  WIUP  Operasi  Produksi  kepada
Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  berdasarkan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.
Pasal 46 . . .
- 26 -Pasal 46
(1)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  yang  telah  memperoleh
perpanjangan  IUP  Operasi  Produksi  sebanyak  2  (dua)  kali
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  45  ayat  (6),  dalam
jangka  waktu  3  (tiga)  tahun  sebelum  jangka  waktu  masa
berlakunya  IUP  berakhir,  harus  menyampaikan  kepada
Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya mengenai keberadaan potensi dan cadangan
mineral atau batubara pada WIUP-nya.
(2)  WIUP  yang  IUP-nya  akan  berakhir  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  sepanjang  masih  berpotensi  untuk
diusahakan,  WIUPnya  dapat  ditawarkan  kembali  melalui
mekanisme  lelang  atau  permohonan  wilayah  sesuai  dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3)  Dalam  pelaksanaan  lelang  WIUP  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2)  pemegang  IUP  sebelumnya  mendapat  hak
menyamai.
BAB III
IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
(1)  IPR  diberikan  oleh  bupati/walikota  berdasarkan
permohonan  yang  diajukan  oleh  penduduk  setempat,  baik
orang  perseorangan  maupun  kelompok  masyarakat
dan/atau koperasi.
(2)  IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh bupati/walikota.
(3)  Dalam  1  (satu)  WPR  dapat  diberikan  1  (satu)  atau  beberapa
IPR.
Bagian Kedua
Pemberian IPR
Pasal 48
(1)  Setiap  usaha  pertambangan  rakyat  pada  WPR  dapat
dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR.
(2) Untuk . . .
- 27 -(2)  Untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:
a.  persyaratan administratif;
b.  persyaratan teknis; dan
c.  persyaratan finansial.
(3)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(2) huruf a untuk:
a.  orang perseorangan, paling sedikit meliputi:
1.  surat permohonan;
2.  kartu tanda penduduk;
3.  komoditas tambang yang dimohon; dan
4.  surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
b.  kelompok masyarakat, paling sedikit meliputi:
1.  surat permohonan;
2.  komoditas tambang yang dimohon; dan
3.  surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
c.  koperasi setempat, paling sedikit meliputi:
1.  surat permohonan;
2.  nomor pokok wajib pajak;
3.  akte  pendirian  koperasi  yang  telah  disahkan  oleh
pejabat yang berwenang;
4.  komoditas tambang yang dimohon; dan
5.  surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
(4)  Persyaratan  teknis  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
huruf  b  berupa  surat  pernyataan  yang  memuat  paling
sedikit mengenai:
a.  sumuran  pada  IPR  paling  dalam  25  (dua  puluh  lima)
meter;
b.  menggunakan  pompa  mekanik,  penggelundungan  atau
permesinan  dengan  jumlah  tenaga  maksimal  25  (dua
puluh lima) horse poweruntuk 1 (satu) IPR; dan
c.  tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak.
(5)  Persyaratan  finansial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
huruf  c  berupa  laporan  keuangan  1  (satu)  tahun  terakhir
dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat.
BAB IV . . .
- 28 -BAB IV
IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
(1)  IUPK  diberikan  oleh  Menteri  berdasarkan  permohonan  yang
diajukan oleh BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta.
(2)  IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
diperoleh WIUPK yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(3)  Dalam  1  (satu)  WIUPK  dapat  terdiri  atas  1  (satu)  atau
beberapa IUPK.
(4)  Pemohon  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  hanya  dapat
diberikan  1  (satu)  WIUPK,  kecuali  pemohon  merupakan
badan usaha yang telah terbuka dapat diberikan lebih dari 1
(satu) WIUPK.
(5)  Ketentuan  mengenai  penetapan  WUPK  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (2)  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah
tersendiri.
Pasal 50
IUPK diberikan melalui tahapan:
a.  pemberian WIUPK; dan
b.  pemberian IUPK.
Bagian Kedua
Pemberian WIUPK
Paragraf 1
Umum
Pasal 51
(1)  Pemberian  WIUPK  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  50
huruf  a  terdiri  atas  WIUPK  mineral  logam  dan/atau
batubara.
(2) WIUPK . . .
- 29 -(2)  WIUPK  diberikan  kepada  BUMN,  BUMD,  atau  badan  usaha
swasta oleh Menteri.
(3)  Menteri  dalam  memberikan  WIUPK  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2)  harus  terlebih  dahulu  menawarkan  kepada
BUMN atau BUMD dengan cara prioritas.
(4)  Dalam  hal  peminat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)
hanya  ada  1  (satu)  BUMN  atau  BUMD,  WIUPK  diberikan
kepada  BUMN  atau  BUMD  dengan  membayar  biaya
kompensasi data informasi.
(5)  Dalam  hal  peminat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)
lebih  dari  1  (satu)  BUMN  atau  BUMD,  WIUPK  diberikan
dengan cara lelang.
(6)  Pemenang  lelang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5)
dikenai  kewajiban  membayar  biaya  kompensasi  data
informasi sesuai dengan nilai lelang.
Pasal 52
(1)  Dalam  hal  tidak  ada  BUMN  atau  BUMD  yang  berminat,
WIUPK  ditawarkan  kepada  badan  usaha  swasta  yang
bergerak dalam bidang pertambangan mineral atau batubara
dengan cara lelang.
(2)  Pemenang  lelang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dikenai  kewajiban  membayar  biaya  kompensasi  data
informasi sesuai dengan nilai lelang.
Paragraf 2
Tata Cara Pemberian Prioritas WIUPK
Mineral Logam dan Batubara
Pasal 53
(1)  BUMN  dan  BUMD  yang  telah  mendapatkan  WIUPK  wajib
mengajukan permohonan IUPK mineral logam atau batubara
kepada Menteri.
(2)  Dalam  jangka  waktu  paling  lama  10  (sepuluh)  hari  kerja
sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1),  Menteri  memberikan  IUPK  kepada  BUMN  atau
BUMD setelah memenuhi persyaratan.
Paragraf 3 . . .
- 30 -Paragraf 3
Tata Cara Lelang
WIUPK Mineral Logam dan Batubara
Pasal 54
(1)  Sebelum  dilakukan  pelelangan  WIUPK  mineral  logam  atau
batubara  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  51  dan  Pasal
52,  Menteri  mengumumkan  secara  terbuka  WIUPK  yang
akan  dilelang  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  3  (tiga)
bulan sebelum pelaksanaan lelang.
(2)  Dalam  pelaksanaan  pelelangan  WIUPK  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1),  Menteri  membentuk  panitia  lelang
WIUPK mineral logam atau batubara.
(3)  Anggota  panitia  lelang  WIUPK  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (2) berjumlah gasal yang memiliki kompetensi di bidang
pertambangan mineral atau batubara.
Pasal 55
Tugas  dan  wewenang  panitia  lelang  WIUPK  mineral  logam  dan
batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 meliputi:
a.  penyiapan lelang WIUPK;
b.  penyiapan dokumen lelang WIUPK;
c.  penyusunan jadwal lelang WIUPK;
d.  pengumuman waktu pelaksanaan lelang WIUPK;
e.  pelaksanaan  pengumuman  ulang  paling  banyak  2  (dua)  kali,
apabila peserta lelang WIUPK hanya 1 (satu);
f.  penilaian kualifikasi peserta lelang WIUPK;
g.  melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;
h.  pelaksanaan lelang WIUPK; dan
i.  pembuatan  berita  acara  hasil  pelaksanaan  lelang  dan
mengusulkan pemenang lelang WIUPK.
Pasal 56
(1)  Untuk  mengikuti  lelang,  peserta  lelang  WIUPK  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  51  ayat  (5)  dan  Pasal  52  ayat  (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. administratif . . .
- 31 -a.  administratif;
b.  teknis; dan
c.  finansial.
(2)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) huruf a meliputi:
a.  mengisi formulir yang sudah disiapkan panitia lelang;
b.  profil badan usaha;
c.  akte  pendirian  badan  usaha  yang  bergerak  di  bidang
usaha  pertambangan  yang  telah  disahkan  oleh  pejabat
yang berwenang; dan
d.  nomor pokok wajib pajak.
(3)  Persyaratan  teknis  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf b meliputi:
a.  pengalaman  badan  usaha  di  bidang  pertambangan
mineral  atau  batubara  paling  sedikit  3  (tiga)  tahun,  atau
bagi  perusahaan  baru  harus  mendapat  dukungan  dari
perusahaan  induk,  mitra  kerja,  atau  afiliasinya  yang
bergerak di bidang pertambangan;
b.  mempunyai  paling  sedikit  1  (satu)  tenaga  ahli  dalam
bidang  pertambangan  dan/atau  geologi  yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
c.  rencana kerja dan anggaran biaya untuk kegiatan 1 (satu)
tahun.
(4)  Persyaratan  finansial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf c meliputi:
a.  laporan  keuangan  tahun  terakhir  yang  sudah  diaudit
akuntan publik;
b.  menempatkan  jaminan  kesungguhan  lelang  dalam
bentuk  uang  tunai  di  bank  pemerintah  sebesar  10%
(sepuluh  persen)  dari  nilai  kompensasi  data  informasi
atau total biaya pengganti investasi untuk lelang WIUPK
yang telah berakhir; dan
c.  pernyataan  bersedia  membayar  nilai  sesuai  surat
penawaran  lelang  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  5
(lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang.
Pasal 57 . . .
- 32 -Pasal 57
(1)  Prosedur lelang meliputi tahap:
a.  pengumuman prakualifikasi;
b.  pengambilan dokumen prakualifikasi;
c.  pemasukan dokumen prakualifikasi;
d.  evaluasi prakualifikasi;
e.  klarifikasi  dan  konfirmasi  terhadap  dokumen
prakualifikasi;
f.  penetapan hasil prakualifikasi;
g.  pengumuman hasil prakualifikasi;
h.  undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi;
i.  pengambilan dokumen lelang;
j.  penjelasan lelang;
k.  pemasukan penawaran harga;
l.  pembukaan sampul;
m.  penetapan peringkat;
n.  penetapan/pengumuman  pemenang  lelang  yang
dilakukan  berdasarkan  penawaran  harga  dan
pertimbangan teknis; dan
o.  memberi  kesempatan  adanya  sanggahan  atas  keputusan
lelang.
(2)  Penjelasan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
j  wajib  dilakukan  oleh  panitia  lelang  WIUPK  kepada  peserta
pelelangan  WIUPK  yang  lulus  prakualifikasi  untuk
menjelaskan data teknis berupa:
a.  lokasi;
b.  koordinat;
c.  jenis mineral, termasuk mineral ikutannya, dan batubara;
d.  ringkasan hasil penelitian dan penyelidikan;
e.  ringkasan hasil eksplorasi pendahuluan apabila ada; dan
f.  status lahan.
Pasal 58 . . .
- 33 -Pasal 58
(1)  Panitia  lelang  sesuai  dengan  kewenangan  yang  diberikan
oleh  Menteri  dapat memberikan  kesempatan  kepada  peserta
pelelangan  WIUPK  yang  lulus  prakualifikasi  untuk
melakukan  kunjungan  lapangan  dalam  jangka  waktu  yang
disesuaikan  dengan  jarak  lokasi  yang  akan  dilelang  setelah
mendapatkan  penjelasan  lelang  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (1) huruf j.
(2)  Dalam  hal  peserta  pelelangan  WIUPK  yang  akan  melakukan
kunjungan  lapangan  mengikutsertakan  warga  negara  asing
wajib  memenuhi  persyaratan  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3)  Biaya  yang  diperlukan  untuk  melakukan  kunjungan
lapangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)
dibebankan kepada peserta pelelangan WIUPK.
Pasal 59
(1)  Jangka waktu prosedur pelelangan ditetapkan dalam jangka
waktu  paling  lama  35  (tiga  puluh  lima)  hari  kerja  sejak
pemasukan penawaran harga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (1) huruf k.
(2)  Hasil  pelaksanaan  lelang  WIUPK  dilaporkan  oleh  panitia
lelang  kepada  Menteri  untuk  ditetapkan  pemenang  lelang
WIUPK.
Pasal 60
(1)  Menteri  berdasarkan  usulan  panitia  lelang  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  59  ayat  (2)  menetapkan  pemenang
lelang WIUPK mineral logam dan/atau batubara.
(2)  Menteri  memberitahukan  secara  tertulis  penetapan
pemenang  lelang  WIUPK  mineral  logam  dan/atau  batubara
kepada pemenang lelang.
Pasal 61
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  lelang  WIUPK  diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga . . .
- 34 -Bagian Ketiga
Pemberian IUPK
Paragraf 1
Umum
Pasal 62
(1)  IUPK  diberikan  oleh  Menteri  kepada  BUMN,  BUMD,  atau
badan usaha swasta setelah mendapatkan WIUPK.
(2)  IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.  IUPK Eksplorasi terdiri atas mineral logam atau batubara;
dan
b.  IUPK  Operasi  Produksi  terdiri  atas  mineral  logam  atau
batubara.
Paragraf 2
Persyaratan IUPK Eksplorasi dan
IUPK Operasi Produksi
Pasal 63
Persyaratan  IUPK  Eksplorasi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 harus memenuhi:
a.  persyaratan administratif;
b.  persyaratan teknis;
c.  persyaratan lingkungan; dan
d.  persyaratan finansial.
Pasal 64
(1)  Persyaratan  administratif  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 63 huruf a meliputi:
a.  untuk  IUPK  Eksplorasi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
mineral  logam  dan  batubara  yang  diajukan  BUMN  atau
BUMD yang diberikan berdasarkan prioritas:
1.  surat permohonan;
2.  profil badan usaha;
3. akte . . .
- 35 -3.  akte  pendirian  badan  usaha  yang  bergerak  di  bidang
usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang;
4.  nomor pokok wajib pajak;
5.  susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6.  surat keterangan domisili.
b.  untuk  IUPK  Eksplorasi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
mineral  logam  dan  batubara  yang  diajukan  oleh
pemenang lelang WIUPK:
1.  surat permohonan;
2.  susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3.  surat keterangan domisili.
(2)  Persyaratan  teknis  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  63
huruf b meliputi:
a.  pengalaman  BUMN,  BUMD,  atau  badan  usaha  swasta  di
bidang  pertambangan  mineral  atau  batubara  paling
sedikit 3 (tiga) tahun;
b.  mempunyai  paling  sedikit  1  (satu)  orang  tenaga  ahli
dalam  bidang  pertambangan  dan/atau  geologi  yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
c.  rencana kerja dan anggaran biaya untuk kegiatan 1 (satu)
tahun.
(3)  Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
63 huruf c meliputi:
a.  untuk  IUP  Eksplorasi  meliputi  pernyataan  untuk
mematuhi  ketentuan  peraturan  perundang-undangan  di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b.  untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
1.  pernyataan  kesanggupan  untuk  mematuhi  ketentuan
peraturan  perundang-undangan  di  bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2.  persetujuan  dokumen  lingkungan  hidup  sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)  Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
huruf d meliputi:
a.  IUPK Eksplorasi, meliputi:
1. bukti . . .
- 36 -1.  bukti  penempatan  jaminan  kesungguhan  pelaksanaan
kegiatan eksplorasi; dan
2.  bukti  pembayaran  harga  nilai  kompensasi  data
informasi atau sesuai dengan surat penawaran.
b.  IUPK Operasi Produksi, meliputi:
1.  laporan  keuangan  tahun  terakhir  yang  telah  diaudit
oleh akuntan publik; dan
2.  bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir.
Paragraf 3
Tata Cara Penerbitan IUPK
Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara
Pasal 65
(1)  BUMN  atau  BUMD  yang  diberikan  WIUPK  berdasarkan
prioritas  atau  pemenang  lelang  WIUPK  mineral  logam  atau
batubara, harus menyampaikan permohonan IUPK Eksplorasi
kepada  Menteri  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  5  (lima)
hari  kerja  setelah  penetapan  pengumuman  pemenang  lelang
WIUPK.
(2)  Permohonan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib
memenuhi  persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
63.
(3)  Apabila  BUMN  atau  BUMD  yang  diberikan  WIUPK
berdasarkan  prioritas  atau  pemenang  lelang  WIUPK
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dalam  jangka  waktu  5
(lima)  hari  kerja  tidak  menyampaikan  permohonan  IUPK,
dianggap mengundurkan diri.
(4)  Dalam  hal  pemenang  lelang  WIUPK  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (3)  telah  dianggap  mengundurkan  diri,  WIUPK
ditawarkan  kepada  peserta  lelang  urutan  berikutnya  secara
berjenjang  dengan  syarat  nilai  harga  kompensasi  data
informasi  sama  dengan  harga  yang  ditawarkan  oleh
pemenang pertama.
(5)  Menteri melakukan lelang ulang WIUPK apabila peserta lelang
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)  tidak  ada  yang
berminat.
Pasal 66 . . .
- 37 -Pasal 66
Pemegang  IUPK  Eksplorasi  atau  pemegang  IUPK  Operasi
Produksi, dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUPK
kepada  Menteri  untuk  menunjang  usaha  kegiatan
pertambangannya.
Paragraf 4
Tata Cara Penerbitan
IUPK Operasi Produksi Mineral Logam dan Batubara
Pasal 67
(1)  IUPK  Operasi  Produksi  diberikan  kepada  BUMN,  BUMD,
atau badan usaha swasta sebagai peningkatan dari kegiatan
eksplorasi.
(2)  Pemegang  IUPK  Eksplorasi  dijamin  untuk  memperoleh IUPK
Operasi  Produksi  sebagai  peningkatan  dengan  mengajukan
permohonan  dan  memenuhi  persyaratan  peningkatan
operasi produksi.
(3)  IUPK Operasi Produksi diberikan oleh Menteri.
(4)  IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi  kegiatan  konstruksi,  penambangan,  pengolahan
dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
(5)  IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diberikan kepada BUMN, BUMD, atau  badan usaha swasta
sebagai  peningkatan  dari  IUPK  Eksplorasi  yang  memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
(6)  WIUPK  yang  telah  mempunyai  data  lengkap  meliputi  data
eksplorasi,  studi  kelayakan  dan  dokumen  lingkungan  hidup
yang  telah  disetujui  oleh  instansi  yang  berwenang  dapat
diberikan IUPK Operasi Produksi kepada BUMN atau BUMD
dengan cara prioritas atau pemenang lelang.
Pasal 68
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemberian  IUPK
Operasi Produksi diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat . . .
- 38 -Bagian Keempat
Pemasangan Tanda Batas
Pasal 69
(1)  Dalam  jangka  waktu  6  (enam)  bulan  sejak  diperolehnya
IUPK  Operasi  Produksi,  pemegang  IUPK  Operasi  Produksi
wajib  memberikan  tanda  batas  wilayah  dengan  memasang
patok pada WIUPK.
(2)  Pembuatan  tanda  batas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) harus selesai sebelum dimulai kegiatan operasi produksi.
(3)  Dalam  hal  terjadi  perubahan  batas  wilayah  pada  WIUPK
Operasi  Produksi,  harus  dilakukan  perubahan  tanda  batas
wilayah dengan pemasangan patok baru pada WIUPK.
Pasal 70
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemasangan  tanda
batas WIUPK diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Komoditas Tambang Lain Dalam WIUPK
Pasal 71
(1)  Dalam  hal  pada  lokasi  WIUPK  ditemukan  komoditas
tambang  lainnya  yang  bukan  asosiasi  mineral  yang
diberikan  dalam IUPK,  pemegang IUPK Eksplorasi  dan IUPK
Operasi  Produksi  memperoleh  keutamaan  dalam
mengusahakan komoditas tambang lainnya yang ditemukan.
(2)  Dalam  mengusahakan  komoditas  tambang  lainnya
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus  membentuk
badan usaha baru.
(3)  Apabila  pemegang  IUPK  Eksplorasi  dan  IUPK  Operasi
Produksi  tidak  berminat  atas  komoditas  tambang  lainnya
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  kesempatan
pengusahaannya  dapat  diberikan  kepada  pihak  lain  dan
diselenggarakan dengan cara prioritas atau lelang.
(4)  Pihak  lain  yang  mendapatkan  IUPK  berdasarkan  prioritas
atau  lelang  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  harus
berkoordinasi  dengan  pemegang  IUPK  Eksplorasi  dan  IUPK
Operasi Produksi pertama.
Bagian Keenam . . .
- 39 -Bagian Keenam
Perpanjangan IUPK Operasi Produksi
Pasal 72
(1)  Permohonan  perpanjangan  IUPK  Operasi  Produksi  diajukan
kepada  Menteri  paling  cepat  dalam  jangka  waktu  2  (dua)
tahun  dan  paling  lambat  dalam  jangka  waktu  6  (enam)
bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK.
(2)  Permohonan  perpanjangan  IUPK  Operasi  Produksi
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  paling  sedikit  harus
dilengkapi:
a.  peta dan batas koordinat wilayah;
b.  bukti  pelunasan  iuran  tetap  dan  iuran  produksi  3  (tiga)
tahun terakhir;
c.  laporan akhir kegiatan operasi produksi;
d.  laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e.  rencana kerja dan anggaran biaya; dan
f.  neraca sumber daya dan cadangan.
(3)  Menteri  dapat  menolak  permohonan  perpanjangan  IUPK
Operasi  Produksi  apabila  pemegang  IUPK  Operasi  Produksi
berdasarkan  hasil  evaluasi,  pemegang  IUPK  Operasi
Produksi  tidak  menunjukkan  kinerja  operasi  produksi  yang
baik.
(4)  Penolakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  harus
disampaikan  kepada  pemegang  IUPK  Operasi  Produksi
paling lambat sebelum berakhirnya IUPK Operasi Produksi.
(5)  Pemegang  IUPK  Operasi  Produksi  hanya  dapat  diberikan
perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali.
(6)  Pemegang  IUPK  Operasi  Produksi   yang  telah  memperoleh
perpanjangan  IUPK  Operasi  Produksi  sebanyak  2  (dua)  kali,
wajib  mengembalikan  WIUPK  Operasi  Produksi  kepada
Menteri  berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundangundangan.
Pasal 73 . . .
- 40 -Pasal 73
(1)  Pemegang  IUPK  Operasi  Produksi  yang  telah  memperoleh
perpanjangan  IUP  Operasi  Produksi  sebanyak  2  (dua)  kali
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  72  ayat  (6),  dalam
jangka  waktu  3  (tiga)  tahun  sebelum  jangka  waktu  masa
berlakunya  IUPK  berakhir,  wajib  menyampaikan  kepada
Menteri mengenai keberadaan potensi dan cadangan mineral
logam atau batubara pada WIUPK-nya.
(2)  WIUPK  yang  IUPK-nya  akan  berakhir  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  sepanjang  masih  berpotensi  untuk
diusahakan, Menteri dapat menetapkan kembali WIUPK-nya
untuk ditawarkan kembali dengan cara prioritas atau lelang.
(3)  Dalam  pelaksanaan  lelang  WIUPK  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2)  pemegang  IUPK  sebelumnya  mendapat  hak
menyamai.
BAB V
PENCIUTAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN
DAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
Pasal 74
(1)  Pemegang  IUP  sewaktu-waktu  dapat  mengajukan
permohonan  kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/
walikota  sesuai  dengan  kewenangannya  untuk  menciutkan
sebagian atau mengembalikan seluruh WIUP.
(2)  Pemegang  IUPK  sewaktu-waktu  dapat  mengajukan
permohonan  kepada  Menteri  untuk  menciutkan  sebagian
atau mengembalikan seluruh WIUPK.
(3)  Pemegang  IUP  atau  IUPK  dalam  melaksanakan  penciutan
atau  pengembalian  WIUP  atau  WIUPK  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus menyerahkan:
a.  laporan, data dan informasi penciutan atau pengembalian
yang berisikan semua penemuan teknis dan geologis yang
diperoleh  pada  wilayah  yang  akan  diciutkan  dan  alasan
penciutan  atau  pengembalian  serta  data  lapangan  hasil
kegiatan;
b.  peta  wilayah  penciutan  atau  pengembalian  beserta
koordinatnya;
c.  bukti pembayaran kewajiban keuangan;
d.  laporan kegiatan sesuai status tahapan terakhir; dan
e. laporan . . .
- 41 -e.  laporan  pelaksanaan  reklamasi  pada  wilayah  yang
diciutkan atau dilepaskan.
Pasal 75
(1)  Pemegang  IUP  Eksplorasi  atau  IUPK  Eksplorasi  mempunyai
kewajiban  untuk  melepaskan  WIUP  atau  WIUPK  dengan
ketentuan:
a.  untuk IUP mineral logam atau IUPK mineral logam:
1.  pada  tahun  keempat  wilayah  eksplorasi  yang  dapat
dipertahankan paling banyak 50.000 (lima puluh ribu)
hektare; dan
2.  pada tahun kedelapan atau pada akhir IUP Eksplorasi
atau  IUPK  Eksplorasi  saat  peningkatan  menjadi  IUP
Operasi  Produksi  atau  IUPK  Operasi  Produksi  wilayah
yang  dipertahankan  paling  banyak  25.000  (dua  puluh
lima ribu) hektare.
b.  untuk IUP batubara atau IUPK batubara:
1.  pada  tahun  keempat  wilayah  eksplorasi  yang  dapat
dipertahankan  paling  banyak  25.000  (dua  puluh  lima
ribu) hektare; dan
2.  pada  tahun  ketujuh  atau  pada  akhir  IUP  Eksplorasi
atau  IUPK  Eksplorasi  saat  peningkatan  menjadi  IUP
Operasi  Produksi  atau  IUPK  Operasi  Produksi  wilayah
yang  dipertahankan  paling  banyak  15.000  (lima  belas
ribu) hektare.
c.  untuk IUP mineral bukan logam:
1.  pada  tahun  kedua  wilayah  eksplorasi  yang  dapat
dipertahankan  paling  banyak  12.500  (dua  belas  ribu
lima ratus) hektare; dan
2.  pada  tahun  ketiga  atau  pada  akhir  IUP  Eksplorasi
saat  peningkatan  menjadi  IUP  Operasi  Produksi
wilayah yang dipertahankan paling banyak 5.000 (lima
ribu) hektare.
d.  untuk IUP mineral bukan logam jenis tertentu:
1.  pada  tahun  ketiga  wilayah  eksplorasi  yang  dapat
dipertahankan  paling  banyak  12.500  (dua  belas  ribu
lima ratus) hektare; dan
2. pada . . .
- 42 -2.  pada  tahun  ketujuh  atau  pada  akhir  IUP  Eksplorasi
saat  peningkatan  menjadi  IUP  Operasi  Produksi
wilayah yang dipertahankan paling banyak 5.000 (lima
ribu) hektare.
e.  untuk IUP batuan:
1.  pada  tahun  kedua  wilayah  eksplorasi  yang  dapat
dipertahankan  paling  banyak  2.500  (dua  ribu  lima
ratus) hektare; dan
2.  pada  tahun  ketiga  atau  pada  akhir  tahap  eksplorasi
saat  peningkatan  menjadi  IUP  Operasi  Produksi
wilayah  yang  dipertahankan  paling  banyak  1.000
(seribu) hektare.
(2)  Apabila  luas  wilayah  maksimum  yang  dipertahankan  sudah
dicapai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP
Eksplorasi  atau  IUPK  Eksplorasi  tidak  diwajibkan  lagi
menciutkan wilayah.
BAB VI
PENGHENTIAN SEMENTARA
KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 76
(1)  Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian
sementara apabila terjadi:
a.  keadaan kahar;
b.  keadaan yang menghalangi; dan/atau
c.  kondisi daya dukung lingkungan.
(2)  Penghentian  sementara  kegiatan  usaha  pertambangan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  mengurangi
masa berlaku IUP dan IUPK.
(3)  Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)  huruf  a  dan  huruf  b,  penghentian  sementara  dilakukan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya  berdasarkan  permohonan  dari  pemegang
IUP atau IUPK.
(4)  Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, penghentian sementara dilakukan oleh:
a.  inspektur tambang;
b. Menteri . . .
- 43 -b.  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  berdasarkan  permohonan  dari
masyarakat.
Pasal 77
(1)  Penghentian  sementara  karena  keadaan  kahar  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  76  ayat  (1)  huruf  a  harus  diajukan
oleh  pemegang  IUP  atau  IUPK  dalam  jangka  waktu  paling
lambat  14  (empat  belas)  hari  kalender  sejak  terjadinya
keadaan  kahar  kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/
walikota  sesuai  dengan  kewenangannya  untuk  memperoleh
persetujuan.
(2)  Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan  untuk  jangka  waktu  paling  lama  1  (satu)  tahun
dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
(3)  Penghentian  sementara  karena  keadaan  yang  menghalangi
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  76  ayat  (1)  huruf  b
diberikan  1  (satu)  kali  dengan  jangka  waktu  1  (satu)  tahun
dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1
(satu)  tahun  pada  setiap  tahapan  kegiatan  dengan
persetujuan  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai
dengan kewenangannya.
(4)  Apabila  jangka  waktu  penghentian  sementara  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (3)  telah  berakhir,  dapat  diberikan
perpanjangan  jangka  waktu  penghentian  sementara  dalam
hal terkait perizinan dari instansi lain.
Pasal 78
Permohonan perpanjangan penghentian sementara sebagaimana
dimaksud   dalam   Pasal  77  ayat  (3)  diajukan  secara  tertulis
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender
sebelum berakhirnya izin penghentian sementara.
Pasal 79
(1)  Pemegang  IUP  dan  IUPK  yang  telah  diberikan  persetujuan
penghentian  sementara  dikarenakan  keadaan  kahar
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  76  ayat  (1)  huruf  a,
tidak  mempunyai  kewajiban  untuk  memenuhi  kewajiban
keuangan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundangundangan.
(2) Pemegang . . .
- 44 -(2)  Pemegang  IUP  dan  IUPK  yang  telah  diberikan  persetujuan
penghentian  sementara  dikarenakan  keadaan  yang
menghalangi  dan/atau  kondisi  daya  dukung  lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b, dan
huruf c wajib:
a.  menyampaikan  laporan  kepada  Menteri,  gubernur,  atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
b.  memenuhi kewajiban keuangan; dan
c.  tetap  melaksanakan  pengelolaan  lingkungan,
keselamatan  dan  kesehatan  kerja,  serta  pemantauan
lingkungan.
Pasal 80
Persetujuan penghentian sementara berakhir karena:
a.  habis masa berlakunya; atau
b.  permohonan pencabutan dari pemegang IUP atau IUPK.
Pasal 81
Dalam  hal  jangka  waktu  yang  ditentukan  dalam  pemberian
persetujuan  penghentian  sementara  telah  habis  dan  tidak
diajukan  permohonan  perpanjangan  atau  permohonan
perpanjangan  tidak  disetujui,  penghentian  sementara  tersebut
berakhir.
Pasal 82
(1) Apabila kurun waktu penghentian sementara belum berakhir
dan  pemegang  IUP  atau  IUPK  sudah  siap  untuk  melakukan
kegiatan operasinya kembali, dapat mengajukan permohonan
pencabutan  penghentian  sementara  kepada  Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya.
(2) Berdasarkan  permohonan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  menyatakan  pengakhiran  penghentian
sementara.
Pasal 83
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  penghentian
sementara  kegiatan  usaha  pertambangan  diatur  dengan
Peraturan Menteri.
BAB VII . . .
- 45 -BAB VII
PENGUTAMAAN KEPENTINGAN DALAM NEGERI,
PENGENDALIAN PRODUKSI, DAN PENGENDALIAN PENJUALAN
MINERAL DAN BATUBARA
Pasal 84
(1)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
harus  mengutamakan  kebutuhan  mineral  dan/atau
batubara untuk kepentingan dalam negeri.
(2)  Menteri  menetapkan  kebutuhan  mineral  dan  batubara  di
dalam  negeri  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  meliputi
kebutuhan  untuk  industri  pengolahan  dan  pemakaian
langsung di dalam negeri.
(3)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
dapat  melakukan  ekspor  mineral  atau  batubara  yang
diproduksi  setelah  terpenuhinya  kebutuhan  mineral  dan
batubara dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pengutamaan
kebutuhan  mineral  dan  batubara  untuk  kepentingan  dalam
negeri diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 85
(1)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  mineral  dan  batubara  yang
mengekspor  mineral  dan/atau  batubara  yang  diproduksi
wajib berpedoman pada harga patokan.
(2)  Harga  patokan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
ditetapkan oleh:
a.  Menteri untuk mineral logam dan batubara;
b.  gubernur  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya untuk mineral bukan logam dan batuan.
(3)  Harga  patokan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
ditentukan  berdasarkan  mekanisme  pasar  dan/atau  sesuai
dengan harga yang berlaku umum di pasar internasional.
(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  penetapan  harga
patokan  mineral  logam  dan  batubara  diatur  dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 86 . . .
- 46 -Pasal 86
(1)  Pemegang  IUP  dan  IUPK  harus  mengutamakan  penggunaan
tenaga kerja setempat.
(2)  Dalam  hal  pemegang  IUP  dan  IUPK  menggunakan  tenaga
kerja  asing,  terlebih  dahulu  mengajukan  permohonan
kepada Menteri.
(3)  Menteri  setelah  menerima  permohonan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (2)  melakukan  evaluasi  teknis  dan
berkoordinasi  dengan  menteri  yang  menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 87
(1)  Pemegang  IUP  dan  IUPK  harus  mengutamakan  barang,
peralatan,  bahan  baku,  dan/atau  bahan  pendukung  dalam
negeri   serta  produk  impor  yang  dijual  di  Indonesia   dalam
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dengan
ketentuan:
a.  memenuhi standar kualitas dan layanan purna jual;
b.  dapat  menjamin  kontinuitas  pasokan  dan  ketepatan
waktu pengiriman.
(2)  Rencana  pembelian  barang  modal,  peralatan,  bahan  baku,
dan  bahan  pendukung  lainnya  serta  produk  impor  yang
dijual di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
barang  yang  akan  di  impor  sendiri  harus  disampaikan
kepada Menteri.
(3)  Dalam  hal  pemegang  IUP  dan  IUPK  melakukan  impor
barang, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung wajib
memenuhi  ketentuan  peraturan  perundang-undangan  di
bidang perdagangan.
Pasal 88
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengadaan  tenaga  kerja,  tata
cara pembelian barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan
pendukung lain diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 89
(1)  Menteri  melakukan  pengendalian  produksi  mineral  dan
batubara  yang  dilakukan  oleh  pemegang  IUP  Operasi
Produksi  mineral  atau  batubara  dan  IUPK  Operasi  Produksi
mineral atau batubara.
(2) Pengendalian . . .
- 47 -(2)  Pengendalian  produksi  mineral  dan  batubara  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a.  memenuhi ketentuan aspek lingkungan;
b.  melakukan  konservasi  sumber  daya  mineral  dan
batubara;
c.  mengendalikan harga mineral dan batubara.
Pasal 90
(1)  Menteri melakukan penetapan besaran produksi mineral dan
batubara nasional pada tingkat provinsi.
(2)  Menteri  dapat  melimpahkan  kewenangan  kepada  gubernur
untuk  menetapkan  besaran  produksi  mineral  dan  batubara
kepada masing-masing kabupaten/kota.
Pasal 91
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pengendalian
produksi  mineral  dan  batubara  diatur  dengan  Peraturan
Menteri.
Pasal 92
(1)  Menteri  melakukan  pengendalian  penjualan  mineral  dan
batubara  yang  dilakukan  oleh  pemegang  IUP  Operasi
Produksi mineral atau batubara serta IUPK Operasi Produksi
mineral atau batubara.
(2)  Pengendalian penjualan mineral atau batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a.  memenuhi  pasokan  kebutuhan  mineral  dan  batubara
dalam negeri; dan
b.  stabilitas harga mineral dan batubara.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pengendalian
penjualan  mineral  dan  batubara  diatur  dengan  Peraturan
Menteri.
BAB VIII . . .
- 48 -BAB VIII
PENINGKATAN NILAI TAMBAH, PENGOLAHAN
DAN PEMURNIAN MINERAL DAN BATUBARA
Bagian Kesatu
Kewajiban Peningkatan Nilai Tambah,
Pengolahan dan Pemurnian
Pasal 93
(1)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk
meningkatkan  nilai  tambah  mineral  yang  diproduksi,  baik
secara  langsung  maupun  melalui  kerja  sama  dengan
perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.
(2)  Perusahaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  telah
mendapatkan  IUP  Operasi  Produksi  khusus  untuk
pengolahan dan pemurnian.
(3)  IUP  Operasi  Produksi  khusus  untuk  pengolahan  dan
pemurnian  sebagaimana  dimaksudkan  pada  ayat  (2)
diberikan  oleh  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 94
(1)  Pemegang  IUP  Operasi  Produksi  dan  IUPK  Operasi  Produksi
batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan
nilai tambah batubara yang diproduksi baik secara langsung
maupun  melalui  kerja  sama  dengan  perusahaan,  pemegang
IUP dan IUPK lainnya.
(2)  Perusahaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  telah
mendapatkan  IUP  Operasi  Produksi  khusus  untuk
pengolahan.
(3)  IUP  Operasi  Produksi  khusus  untuk  pengolahan  batubara
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)  diberikan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Bagian Kedua . . .
- 49 -Bagian Kedua
Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara
Pasal 95
(1)  Komoditas  tambang  yang  dapat  ditingkatkan  nilai
tambahnya terdiri atas pertambangan:
a.  mineral logam;
b.  mineral bukan logam;
c.  batuan; atau
d.  batubara.
(2)  Peningkatan  nilai  tambah  mineral  logam  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  dilaksanakan  melalui
kegiatan:
a.  pengolahan logam; atau
b.  pemurnian logam.
(3)  Peningkatan nilai tambah mineral bukan logam sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  b  dilaksanakan  melalui
kegiatan pengolahan mineral bukan logam.
(4)  Peningkatan  nilai  tambah  batuan  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  huruf  c  dilaksanakan  melalui  kegiatan
pengolahan batuan.
(5)  Peningkatan  nilai  tambah  batubara  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  huruf  d  dilaksanakan  melalui  kegiatan
pengolahan batubara.
Pasal 96
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  peningkatan  nilai
tambah  mineral  dan  batubara  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 95 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IX . . .
- 50 -BAB IX
DIVESTASI SAHAM PEMEGANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN
DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
YANG SAHAMNYA DIMILIKI OLEH ASING
Pasal 97
(1)  Modal  asing  pemegang  IUP  dan  IUPK  setelah  5  (lima)  tahun
sejak  berproduksi  wajib  melakukan  divestasi  sahamnya,
sehingga  sahamnya  paling  sedikit  20%  (dua  puluh  persen)
dimiliki peserta Indonesia.
(2)  Divestasi  saham  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan  secara  langsung  kepada  peserta  Indonesia  yang
terdiri  atas  Pemerintah,  pemerintah  daerah  provinsi,  atau
pemerintah  daerah  kabupaten/kota,  BUMN,  BUMD,  atau
badan usaha swasta nasional.
(3)  Dalam  hal  Pemerintah  tidak  bersedia  membeli  saham
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  ditawarkan  kepada
pemerintah  daerah  provinsi  atau  pemerintah  daerah
kabupaten/kota.
(4)  Apabila pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah
kabupaten/kota  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  tidak
bersedia  membeli  saham,  ditawarkan  kepada  BUMN  dan
BUMD dilaksanakan dengan cara lelang.
(5)  Apabila BUMN dan BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak bersedia membeli saham, ditawarkan kepada badan
usaha swasta nasional dilaksanakan dengan cara lelang.
(6)  Penawaran  saham  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  90  (sembilan
puluh)  hari  kalender  sejak  5  (lima)  tahun  dikeluarkannya
izin Operasi Produksi tahap penambangan.
(7)  Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota,  BUMN,  dan  BUMD  harus  menyatakan
minatnya  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  60  (enam
puluh) hari kalender setelah tanggal penawaran.
(8)  Dalam hal Pemerintah dan pemerintah  daerah provinsi atau
pemerintah  daerah  kabupaten/kota,  BUMN,  dan  BUMD
tidak berminat untuk membeli divestasi saham sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (7),  saham  ditawarkan  kepada  badan
usaha swasta nasional dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kalender.
(9) Badan . . .
- 51 -(9)  Badan  usaha  swasta  nasional  harus  menyatakan  minatnya
dalam  jangka  waktu  paling  lambat  30  (tiga  puluh)  hari
kalender setelah tanggal penawaran.
(10)  Pembayaran dan penyerahan saham yang dibeli oleh peserta
Indonesia  dilaksanakan  dalam  jangka  waktu  paling  lambat
90  (sembilan  puluh)  hari  kalender  setelah  tanggal
pernyataan minat atau penetapan pemenang lelang.
(11)  Apabila divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai,  penawaran  saham  akan  dilakukan  pada  tahun
berikutnya berdasarkan mekanisme ketentuan pada ayat  (2)
sampai dengan ayat (9).
Pasal 98
Dalam  hal  terjadi  peningkatan  jumlah  modal  perseroan,  peserta
Indonesia sahamnya tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari
20% (dua puluh persen).
Pasal 99
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  divestasi  saham dan
mekanisme  penetapan  harga  saham  diatur  dengan  Peraturan
Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.
BAB X
PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN
OPERASI PRODUKSI
Pasal 100
(1)  Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi
yang  akan  melakukan  kegiatan  operasi  produksi  wajib
menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam
WIUP  atau  WIUPK  dengan  pemegang  hak  atas  tanah  sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Pemegang  IUP   Operasi  Produksi   atau  IUPK   Operasi
Produksi  wajib  memberikan  kompensasi  berdasarkan
kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah.
BAB XI . . .
- 52 -BAB XI
TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN
Pasal 101
(1)  Pemegang  IUP  dan  IUPK  wajib  menyerahkan  seluruh  data
yang  diperoleh  dari  hasil  eksplorasi  dan  operasi  produksi
kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai
dengan kewenangannya.
(2)  Pemegang  IUP  yang  diterbitkan  oleh  bupati/walikota  wajib
menyampaikan  laporan  tertulis  secara  berkala  atas  rencana
kerja  dan  anggaran  biaya  pelaksanaan  kegiatan  usaha
pertambangan  mineral  atau  batubara  kepada  bupati/
walikota dengan tembusan kepada Menteri dan gubernur.
(3)  Pemegang  IUP  yang  diterbitkan  oleh  gubernur  wajib
menyampaikan  laporan  tertulis  secara  berkala  atas  rencana
kerja  dan  anggaran  biaya  pelaksanaan  kegiatan  usaha
pertambangan  mineral  atau  batubara  kepada  gubernur
dengan tembusan kepada Menteri.
(4)  Pemegang IUP dan IUPK yang diterbitkan oleh Menteri wajib
menyampaikan  laporan  tertulis  secara  berkala  atas  rencana
kerja  dan  anggaran  biaya  pelaksanaan  kegiatan  usaha
pertambangan mineral atau batubara kepada Menteri.
Pasal 102
(1)  Bupati/walikota  harus  menyampaikan  laporan  tertulis
mengenai  pengelolaan  kegiatan  usaha  pertambangan  sesuai
dengan  kewenangannya  kepada  gubernur  secara  berkala
setiap 6 (enam) bulan.
(2)  Gubernur  atau  bupati/walikota  harus  menyampaikan
laporan  tertulis  mengenai  pengelolaan  kegiatan  usaha
pertambangan  sesuai  dengan  kewenangannya  kepada
Menteri secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
Pasal 103
(1)  Laporan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  101  memuat
laporan  kemajuan  kerja  dalam  suatu  kurun  waktu  dan
dalam  suatu  tahapan  kegiatan  tertentu  yang  disampaikan
oleh  pemegang  IUP  Eksplorasi  dan  IUPK  Eksplorasi  serta
pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi.
(2) Laporan . . .
- 53 -(2)  Laporan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  101
disampaikan  dalam  jangka  waktu  paling  lama  30  (tiga
puluh)  hari  kalender  setelah  berakhirnya  tiap  triwulan  atau
tahun  takwim  kecuali  laporan  dwi  mingguan  dan  bulanan
tahapan kegiatan operasi produksi.
(3)  Rencana  kerja  dan  anggaran  biaya  tahunan  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  101  disampaikan  kepada  Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  dalam  jangka  waktu  paling  lambat  45
(empat  puluh  lima)  hari  kalender  sebelum  berakhirnya  tiap
tahun takwim.
(4)  Laporan dwi mingguan dan bulanan sebagaimana dimaksud
pada  ayat  (2)  disampaikan  kepada  Menteri,  gubernur,  atau
bupati/walikota  sesuai  dengan  kewenangannya  dalam
jangka  waktu  paling  lambat  5  (lima)  hari  kalender  setelah
berakhirnya tiap dwi mingguan atau bulan takwim.
Pasal 104
(1)  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  dapat  memberikan  tanggapan  terhadap
laporan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  103  ayat  (3)
dan ayat (4).
(2)  Tanggapan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus
ditindaklanjuti  oleh  pemegang  IUP  atau  IUPK  dalam  jangka
waktu  paling  lama  30  (tiga  puluh)  hari  kalnder  sejak
diterimanya tanggapan dari Menteri, gubernur, atau bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 105
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pelaporan  diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB XII
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI SEKITAR WIUP DAN WIUPK
Pasal 106
(1)  Pemegang  IUP  dan  IUPK  wajib  menyusun  program
pengembangan  dan  pemberdayaan  masyarakat  di  sekitar
WIUP dan WIUPK.
(2) Program . . .
- 54 -(2)  Program  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus
dikonsultasikan  dengan  Pemerintah,   pemerintah  provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat setempat.
(3)  Masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dapat
mengajukan  usulan  program  kegiatan  pengembangan  dan
pemberdayaan masyarakat kepada bupati/walikota setempat
untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK.
(4)  Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  diprioritaskan  untuk  masyarakat  di
sekitar  WIUP  dan  WIUPK  yang  terkena  dampak  langsung
akibat aktifitas pertambangan.
(5)  Prioritas  masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)
merupakan  masyarakat  yang  berada  dekat  kegiatan
operasional  penambangan  dengan  tidak  melihat  batas
administrasi wilayah kecamatan/kabupaten.
(6)  Program  pengembangan  dan  pemberdayaan  masyarakat
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dibiayai  dari  alokasi
biaya  program  pengembangan  dan  pemberdayaan
masyarakat  pada  anggaran  dan  biaya  pemegang  IUP  atau
IUPK setiap tahun.
(7)  Alokasi  biaya  program  pengembangan  dan  pemberdayaan
masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (6)  dikelola
oleh pemegang IUP atau IUPK.
Pasal 107
Pemegang  IUP  dan  IUPK  setiap  tahun  wajib  menyampaikan
rencana  dan  biaya  pelaksanaan  program  pengembangan  dan
pemberdayaan  masyarakat  sebagai  bagian  dari  rencana  kerja
dan  anggaran  biaya  tahunan  kepada  Menteri,  gubernur,  atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mendapat
persetujuan.
Pasal 108
Setiap  pemegang  IUP  Operasi  Produksi  dan  IUPK  Operasi
Produksi  wajib  menyampaikan  laporan  realisasi  program
pengembangan  dan  pemberdayaan  masyarakat  setiap  6  (enam)
bulan  kepada  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 109 . . .
- 55 -Pasal 109
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengembangan  dan
pemberdayaan masyarakat diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 110
(1)  Pemegang  IUP  atau  IUPK  yang  melakukan  pelanggaran
terhadap  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  42
ayat  (1),  Pasal  69  ayat  (1),  Pasal  73  ayat  (1),  Pasal  79  ayat
(2),  Pasal  85  ayat  (1),  Pasal  93  ayat  (1),  Pasal  94  ayat  (1),
Pasal 97 ayat (1), Pasal 100 ayat (1) atau ayat (2), Pasal  101
ayat  (1),  ayat  (2),  ayat  (3),  atau  ayat  (4),  Pasal  106  ayat  (1),
Pasal 107, atau Pasal 108 dikenai sanksi administratif.
(2)  Sanksi  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
berupa:
a.  peringatan tertulis;
b.  penghentian  sementara  IUP  Operasi  Produksi  atau  IUPK
Operasi Produksi mineral atau batubara; dan/atau
c.  pencabutan IUP atau IUPK.
(3)  Sanksi  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
diberikan  oleh  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 111
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pemberian  sanksi
administratif diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 112
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1. Kontrak . . .
- 56 -1.  Kontrak  karya  dan  perjanjian  karya  pengusahaan
pertambangan  batubara  yang  ditandatangani  sebelum
diundangkan  Peraturan  Pemerintah  ini  dinyatakan  tetap
berlaku sampai jangka waktunya berakhir.
2.  Kontrak  karya  dan  perjanjian  karya  pengusahaan
pertambangan  batubara  sebagaimana  dimaksud  pada  angka
1  yang  belum  memperoleh  perpanjangan  pertama  dan/atau
kedua  dapat  diperpanjang  menjadi  IUP  perpanjangan  tanpa
melalui  lelang  dan  kegiatan  usahanya  dilaksanakan  sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini kecuali mengenai
penerimaan negara yang lebih menguntungkan.
3.  Kontrak  karya  dan  perjanjian  karya  pengusahaan
pertambangan  batubara  sebagaimana  dimaksud  pada  angka
1  yang  telah  melakukan  tahap  kegiatan  operasi  produksi
wajib  melaksanakan  pengutamaan  kepentingan  dalam  negeri
sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
4.  Kuasa  pertambangan,  surat  izin  pertambangan  daerah,  dan
surat  izin  pertambangan  rakyat,  yang  diberikan  berdasarkan
ketentuan  peraturan  perundang-undangan  sebelum
ditetapkannya  Peraturan  Pemerintah  ini  tetap  diberlakukan
sampai jangka waktu berakhir serta wajib:
a.  disesuaikan  menjadi  IUP  atau  IPR  sesuai  dengan
ketentuan  Peraturan  Pemerintah  ini  dalam  jangka  waktu
paling  lambat  3  (tiga)  bulan  sejak  berlakunya  Peraturan
Pemerintah  ini  dan  khusus  BUMN  dan  BUMD,  untuk  IUP
Operasi  Produksi  merupakan  IUP  Operasi  Produksi
pertama;
b.  menyampaikan  rencana  kegiatan  pada  seluruh  wilayah
kuasa  pertambangan  sampai  dengan  jangka  waktu
berakhirnya  kuasa  pertambangan  kepada  Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya;
c.  melakukan  pengolahan  dan  pemurnian  di  dalam  negeri
dalam  jangka  waktu  paling  lambat  5  (lima)  tahun  sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
5.  Permohonan  Kuasa  Pertambangan  yang  telah  diterima
Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sebelum  terbitnya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral  dan  Batubara  dan  telah  mendapatkan  Pencadangan
Wilayah  dari  Menteri,  gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai
dengan  kewenangannya  dapat  diproses  perizinannya  dalam
bentuk  IUP  tanpa  melalui  lelang  paling  lambat  3  (tiga)  bulan
setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
6. Kuasa . . .
- 57 -6.  Kuasa  pertambangan,  kontrak  karya,  dan  perjanjian  karya
pengusahaan  pertambangan  batubara  yang  memiliki  unit
pengolahan  tetap  dapat  menerima  komoditas  tambang  dari
Kuasa  pertambangan,  kontrak  karya  dan  perjanjian  karya
pengusahaan  pertambangan  batubara,  pemegang  IUP,  dan
IPR.
7.  Pemegang  kuasa  pertambangan  yang  memiliki  lebih  dari  1
(satu)  kuasa  pertambangan  dan/atau  lebih  dari  1  (satu)
komoditas  tambang  sebelum  diberlakukannya  UndangUndang  Nomor  4  Tahun  2009  tetap  berlaku  sampai  jangka
waktu  berakhir  dan  dapat  diperpanjang  menjadi  IUP  sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
8.  Pemegang  kuasa  pertambangan,  kontrak  karya,  dan
perjanjian  karya  pengusahaan  pertambangan  batubara  pada
tahap  operasi  produksi  yang  memiliki  perjanjian  jangka
panjang  untuk  ekspor  yang  masih  berlaku  dapat  menambah
jumlah  produksinya  guna  memenuhi  ketentuan  pasokan
dalam  negeri  setelah  mendapat  persetujuan  Menteri,
gubernur,  atau  bupati/walikota  sesuai  dengan
kewenangannya  sepanjang  memenuhi  ketentuan  aspek
lingkungan  dan  konservasi  sumber  daya  batubara  sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 113
Pada  saat  Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  berlaku,  semua
peraturan  perundang-undangan  yang  merupakan  peraturan
pelaksanaan  dari  Peraturan  Pemerintah  Nomor  32  Tahun  1969
tentang  Pelaksanaan  Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  1967
tentang  Ketentuan-Ketentuan  Pokok  Pertambangan  (Lembaran
Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1969  Nomor  60,  Tambahan
Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  2916)  sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor  75  Tahun  2001  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  2001  Nomor  141,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia  Nomor  4154)  dinyatakan  masih  tetap  berlaku
sepanjang  tidak  bertentangan  atau  belum  dikeluarkan  peraturan
pelaksana yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 114 . . .
- 58 -Pasal 114
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  32  Tahun  1969  tentang
Pelaksanaan  Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  1967  tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara
Republik  Indonesia  Tahun  1969  Nomor  60,  Tambahan
Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  2916)
sebagaimana  telah  beberapa  kali  diubah  terakhir  dengan
Peraturan  Pemerintah  Nomor  75  Tahun  2001  tentang
Perubahan  Kedua  atas  Peraturan  Pemerintah  Nomor  32
Tahun  1969  tentang  Pelaksanaan  Undang-Undang  Nomor  11
Tahun  1967  tentang  Ketentuan-Ketentuan  Pokok
Pertambangan   (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
2001  Nomor  141,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia Nomor 4154);
2.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  27  Tahun  1980  tentang
Penggolongan  Bahan  Galian  (Lembaran  Negara  Republik
Indonesia  Tahun  1980  Nomor  47,  Tambahan  Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3174);
3.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  37  Tahun  1986  tentang
Penyerahan  Sebagian  Urusan  Pemerintahan  Di  Bidang
Pertambangan  Kepada  Pemerintah  Daerah  Tingkat  I
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 53,
Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor
3340),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 115
Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 59 -Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan  Pemerintah  ini  dengan  penempatannya  dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 29
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri
Setio Sapto Nugroho
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2010
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
I. UMUM
Pasal  33  ayat  (3)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia
Tahun  1945  menegaskan  bahwa  bumi  dan  air  dan  kekayaan  alam  yang
terkandung  didalamnya  dikuasai  oleh  Negara  dan  dipergunakan  untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai
kekayaan  alam  yang  terkandung  di  dalam  bumi  merupakan  sumber  daya
alam  yang  tak  terbarukan,  pengelolaannya  perlu  dilakukan  seoptimal
mungkin,  efisien,  transparan,  berkelanjutan,  dan  berwawasan  lingkungan,
serta  berkeadilan  agar  memperoleh  manfaat  sebesar-besar kemakmuran
rakyat secara berkelanjutan.
Sejalan  dengan  diundangkannya  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun
2009  tentang  Pertambangan  Mineral  dan  Batubara,  perlu  melakukan
penataan  kembali  pengaturan  yang  berkaitan  dengan  kegiatan  usaha
pertambangan mineral dan batubara, yang meliputi:
1.  Pengusahaan  pertambangan  diberikan  dalam  bentuk  Izin  Usaha
Pertambangan,  Izin  Usaha  Pertambangan  Khusus,  dan  Izin
Pertambangan Rakyat.
2.  Pengutamaan  pemasokan  kebutuhan  mineral  dan  batubara  untuk
kepentingan  dalam  negeri  guna  menjamin  tersedianya  mineral  dan
batubara  sebagai  bahan  baku  dan/atau  sebagai  sumber  energi  untuk
kebutuhan dalam negeri.
3.  Pelaksanaan  dan  pengendalian  kegiatan  usaha  pertambangan  secara
berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing.
4.  Peningkatan  pendapatan  masyarakat  lokal,  daerah,  dan  negara,  serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
5.  Penerbitan  perizinan  yang  transparan  dalam  kegiatan  usaha
pertambangan  mineral  sehingga  iklim  usaha  diharapkan  dapat lebih
sehat dan kompetitif.
6. Peningkatan . . .
- 2 -6.  Peningkatan  nilai  tambah  dengan  melakukan  pengolahan  dan
pemurnian mineral dan batubara di dalam negeri.
Pengaturan-pengaturan  tersebut  di  atas  perlu  dituangkan  dalam
Peraturan Pemerintah ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
 Ayat (1)
  Cukup jelas.
 Ayat (2)
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  mineral  radioaktif  dalam
ketentuan ini termasuk bahan galian nuklir.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
 Ayat (3)
  Cukup jelas.
Pasal 3
 Cukup jelas.
Pasal 4
 Cukup jelas.
 Pasal 5
 Cukup jelas.
Pasal 6 . . .
- 3 -Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Perseorangan  dalam  ketentuan  ini  adalah  Warga  Negara
Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
 Pasal 7
Cukup jelas.
 Pasal 8
Cukup jelas.
 Pasal 9
 Cukup jelas.
Pasal 10
 Ayat (1)
 Mengumumkan  WIUP  secara  terbuka  dalam  ketentuan  ini  dilakukan:
a.  paling  sedikit  di  1  (satu)  media  cetak  lokal  dan/atau  1  (satu)
media cetak nasional;
b.  di  kantor  kementerian  yang  menyelenggarakan  urusan
pemerintahan di bidang mineral dan batubara;
c.  di  kantor  pemerintah  provinsi  dan  pemerintah  kabupaten/
kota.
Ayat (2) . . .
- 4 -  Ayat (2)  
 Rekomendasi  dalam  ketentuan  ini  adalah  rekomendasi  dalam
bentuk pemberian pertimbangan yang berisi informasi mengenai
pemanfaatan  lahan  di  WIUP  dan  karakteristik  budaya
masyarakat berdasarkan kearifan lokal dalam rangka pelelangan
WIUP.
  Ayat (3)  
   Cukup jelas.
 Pasal 11
Ayat (1)
  Cukup jelas.
Ayat (2)
  Cukup jelas.
Ayat (3)
   Yang dimaksud dengan unsur dari Pemerintah dalam ketentuan
ini  merupakan  wakil  dari  kementerian  yang  menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang mineral dan batubara.
 Pasal 12
  Cukup jelas.
 Pasal 13
  Cukup jelas.
 Pasal 14
  Ayat (1)
 Huruf a
Pengumuman prakualifikasi dilakukan:
1.  paling  sedikit  dimuat  di  1  (satu)  media  cetak  lokal
dan/atau 1 (satu) media cetak nasional;
2.  di  kantor  kementerian  yang  menyelenggarakan  urusan
pemerintahan di bidang mineral dan batubara; dan
3.  di  kantor  pemerintah  provinsi  dan  pemerintah
kabupaten/kota.
 Huruf b
 Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 5 -Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
 Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
 Cukup jelas.
Huruf g
 Cukup jelas.
Huruf h
 Cukup jelas.
Huruf i
 Cukup jelas.
 Huruf j
 Cukup jelas.
 Huruf k
 Cukup jelas.
 Huruf l
 Cukup jelas.
 Huruf m
 Cukup jelas.
 Huruf n
 Cukup jelas.
 Huruf o
 Cukup jelas.
Ayat (2)
 Huruf a
 Cukup jelas.
Huruf b
 Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 6 -Huruf c
 Cukup jelas.
Huruf d
 Cukup jelas.
Huruf e
 Cukup jelas.
Huruf f
Status  lahan  misalnya  berada  pada  kawasan  hutan  dan
kawasan perkebunan.
 Pasal 15
Cukup jelas.
 Pasal 16
Cukup jelas.
 Pasal 17
  Cukup jelas.
 Pasal 18
  Cukup jelas.
 Pasal 19
Peraturan  Menteri  paling  sedikit  memuat  mengenai  tata  cara
penetapan dan pengumuman pemenang lelang.
 Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Rekomendasi  dalam  ketentuan  ini  adalah  rekomendasi  dalam
bentuk pemberian pertimbangan yang berisi informasi mengenai
pemanfaatan  lahan  di  WIUP  dan  karakteristik  budaya
masyarakat berdasarkan kearifan lokal dalam rangka pelelangan
WIUP.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22 . . .
- 7 - Pasal 22
  Cukup jelas.
 Pasal 23
  Cukup jelas.
 Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
 Pasal 28
  Cukup jelas
 Pasal 29
 Cukup jelas.
 Pasal 30
Cukup jelas.
 Pasal 31
 Cukup jelas.
Pasal 32
 Cukup jelas.
Pasal 33
Yang  dimaksud  dengan  wilayah  di  luar  WIUP  dalam  ketentuan ini
adalah  project  area yang  dilarang  untuk  melakukan  kegiatan  tahap
penambangan.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a . . .
- 8 -Huruf a
Pelabuhan  dalam  ketentuan  ini  adalah  pelabuhan  khusus
atau  terminal  khusus  yang  dibangun  oleh  pemegang  IUP
Operasi Produksi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Yang  dimaksud  dengan  wilayah  di  luar  WIUP  dalam  ketentuan ini
adalah  project  area yang  dilarang  untuk  melakukan  kegiatan
penambangan.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  “komoditas  tambang  lainnya”  dalam
ketentuan ini adalah antara lain apabila dalam WIUP komoditas
tertentu terdapat mineral lain atau batubara.
Ayat (2) . . .
- 9 -Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pihak  lain  dalam  ketentuan  ini  adalah  badan  usaha,  koperasi,
atau  perseorangan  selain  pemegang  IUP  Eksplorasi  dan  IUP
Operasi  Produksi  yang  tidak  berminat  atas  komoditas  tambang
tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1) . . .
- 10 -Ayat (1)
Mengumumkan  secara  terbuka  dalam  ketentuan  ini  yaitu
dilakukan:
a.  paling sedikit dimuat di 1 (satu) media cetak lokal dan/atau 1
(satu) media cetak nasional; dan
b.  di  kantor  kementerian  yang  menyelenggarakan  urusan
pemerintahan di bidang mineral dan batubara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
 Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
 Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
 Cukup jelas.
Pasal 60
 Cukup jelas.
Pasal 61
 Cukup jelas.
Pasal 62
 Cukup jelas.
Pasal 63
 Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65 . . .
- 11 -Pasal 65
 Cukup jelas.
Pasal 66
Yang  dimaksud  dengan  wilayah  di  luar  WIUPK  dalam  ketentuan  ini
adalah  project  area yang  dilarang  untuk  melakukan  kegiatan
penambangan.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
 Cukup jelas.
Ayat (2)
 Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
 Cukup jelas.
Huruf b
 Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 12 -Huruf c
 Yang  dimaksud  dengan  bukti  pembayaran  kewajiban
keuangan  dalam  ketentuan  ini  adalah  iuran  tetap,  iuran
produksi, dan pajak.
Huruf d
  Cukup jelas.
Huruf e
 Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Huruf a
Keadaan  kahar  dalam  ketentuan  ini  antara  lain  meliputi
perang,  kerusuhan  sipil,  pemberontakan,  epidemi,  gempa
bumi,  banjir,  kebakaran  dan  lain-lain  bencana  alam  di
luar kemampuan manusia.
Huruf b
Keadaan  yang  menghalangi  dalam  ketentuan  ini  antara
lain  meliputi  blokade,  pemogokan,  perselisihan
perburuhan  di  luar  kesalahan  pemegang  IUP  atau  IUPK
dan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan  yang
diterbitkan oleh menteri yang menghambat kegiatan usaha
pertambangan  mineral  atau  batubara  yang  sedang
berjalan.
Huruf c
Kondisi  daya  dukung  lingkungan  dalam  ketentuan  ini
adalah  apabila  kondisi  daya  dukung  lingkungan  wilayah
tersebut  tidak  dapat  menanggung  beban  kegiatan  operasi
produksi  mineral  dan/atau  batubara  yang  dilakukan
diwilayahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 13 -Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 77
  Cukup jelas.
Pasal 78
  Cukup jelas.
Pasal 79
  Cukup jelas.
Pasal 80
  Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
 Ayat (1)
Cukup jelas.
 Ayat (2)
Cukup jelas.
 Ayat (3)
Cukup jelas.
 Ayat (4)
Peraturan  Menteri  paling  sedikit   memuat  biaya  penyesuaian yang
dibebankan sebagai biaya penjualan.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87 . . .
- 14 -Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Ayat (1)
Yang  dimaksud  pengolahan  dalam  ketentuan  ini  antara  lain
meliputi:
a.  penggerusan batubara (coal crushing);
b.  pencucian batubara (coal washing);
c.  pencampuran batubara (coal blending);
d.  peningkatan mutu batubara (coal upgrading);
e.  pembuatan briket batubara (coal briquetting);
f.  pencairan batubara (coal liquefaction); dan
g.  gasifikasi batubara (coal gasification).
h.  coal water mixer.
Ayat (2)
 Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 15 -Ayat (2)
Peningkatan  nilai  tambah  dalam  ketentuan  ini  dilakukan  dalam
rangka  meningkatkan  dan  mengoptimalkan  nilai  tambang,
tersedianya  bahan  baku  industri,  penyerapan  tenaga  kerja,  dan
peningkatan penerimaan negara.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  “modal  asing”  adalah  modal  yang
dimiliki  oleh  negara  asing,  perseorangan  warga  negara  asing,
badan  usaha  asing,  badan  hukum  asing,  dan/atau  badan
hukum  Indonesia  yang  seluruh  modalnya  dimiliki  oleh  pihak
asing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9) . . .
- 16 -Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  kompensasi  dalam  ketentuan  ini  dapat
berupa sewa menyewa, jual beli, atau pinjam pakai.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109 . . .
- 17 -Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5111